FAKKTA: Pembatasan Pertalite, Menyulitkan Masyarakat

Mediaumat.info – Rencana pemerintah yang akan melakukan pembatasan BBM subsidi yaitu pertalite dan solar pada 1 September, dinilai akan menyulitkan masyarakat.

“Pembatasan pertalite akan menyulitkan masyarakat dalam memperoleh BBM yang terjangkau,” tutur Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak kepada media-umat.info, Jumat (30/8/2024).

Selama ini, kata Ishak, pertalite menerima kompensasi dari pemerintah karena harganya tidak mengikuti mekanisme pasar seperti produk Pertamina lainnya, yaitu pertamax. “Dengan kata lain, membatasi penggunaan pertalite sama dengan memaksa sebagian masyarakat untuk mengonsumsi pertamax atau produk sejenis,” ujarnya.

Namun, Ishak melihat, mekanisme pembatasan ini belum jelas sepenuhnya. “Apakah pembatasan akan didasarkan pada jenis kendaraan? Misalnya, apakah sepeda motor, kendaraan umum termasuk ojek online, dan mobil dengan kapasitas mesin kecil masih diperbolehkan menggunakan pertalite, sementara mobil dengan kapasitas mesin besar dilarang membelinya? Ataukah berdasarkan kondisi ekonomi pemilik kendaraan yang mengacu pada data versi pemerintah?” ungkapnya.

Menurutnya, kebijakan pembatasan ini pasti akan berdampak pada inflasi. Namun, besarnya dampak tersebut sangat tergantung pada jumlah kendaraan yang dilarang membeli pertalite. Semakin banyak kendaraan yang dilarang, maka pengaruhnya terhadap inflasi akan semakin besar.

“Akibatnya, semakin banyak rakyat yang kesulitan mengakses BBM yang terjangkau di tengah kondisi ekonomi yang masih lesu,” katanya.

Ishak menilai, alasan pemerintah bahwa subsidi dan kompensasi BBM telah menguras anggaran yang sangat besar, sementara BBM lebih banyak dikonsumsi oleh penduduk yang kaya atau tidak layak, kurang relevan saat ini.

“Faktanya, masih banyak anggaran APBN yang justru disalurkan dengan cara yang tidak tepat dan tidak memberikan manfaat bagi publik, seperti pembayaran bunga utang yang hampir mencapai Rp 500 triliun atau anggaran yang tidak dapat direalisasikan, seperti anggaran pendidikan sebesar Rp 111 triliun. Sementara itu, kenaikan harga BBM akan berdampak luas bagi masyarakat, terutama jika tidak ada kompensasi yang cukup untuk menutupi dampak kebijakan tersebut bagi masyarakat yang kurang mampu,” bebernya.

Dalam pandangan Islam, Ishak mengatakan, BBM adalah harta milik umum yang pengaturannya diserahkan kepada ijtihad khalifah, apakah akan didistribusikan secara gratis, dijual tanpa keuntungan, atau dijual sesuai dengan harga pasar. Jika dijual dengan harga pasar, keuntungannya dikembalikan kepada rakyat yang merupakan pemilik barang tersebut. Khalifah akan memilih kebijakan yang memberikan maslahat bagi rakyat dan negara.

“Dengan demikian, BBM tidak dipandang semata-mata sebagai komoditas bisnis untuk mencari keuntungan. Pengelolaannya juga tidak akan dilepaskan kepada pasar atau pihak swasta, baik dari sisi produksi di hulu hingga distribusi di hilir, karena ia adalah barang milik publik, bukan milik pribadi,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: