PAKTA: Kesepakatan G20 Lebih Banyak Sorot Investasi

Mediaumat.id – Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta, S.E., M.Si. melihat investasi mendapat poin terbanyak yang disorot dalam kesepakatan G20.

“Perihal investasi tampaknya mendapat poin terbanyak yang disorot,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Kamis (24/11/2022).

Menurut Hatta, seperti yang tertuang dalam G20 Bali Leader’s Declaration, secara umum seluruh poin kesepakatan tidak lepas dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sebagaimana yang telah diadopsi seluruh negara anggota PBB pada tahun 2015 yaitu terkait investasi. Mulai dari persoalan menjaga arus dana dan bentuk dari investasi yang berkelanjutan hingga persoalan keadilan investasi di negara-negara miskin dan berkembang.

Hatta menilai, untuk melihat untung ruginya (cost and benefit) tentunya tidak hanya diukur dari sisi nilai nominal yang diperoleh dan dalam jangka waktu pendek. Seharusnya juga mencakup dari sisi benefit yang bersifat intangible alias tidak berwujud dan dalam jangka waktu panjang seperti kemandirian ekonomi dan nilai-nilai sosial yang tercerabut akibat konflik kepentingan.

Ia mencontohkan, selama ini investasi dari negara-negara maju dianggap banyak memberi manfaat bagi negara-negara miskin dan berkembang. Investasi diyakini mampu meningkatkan devisa, menurunkan jumlah pengangguran, hingga transfer teknologi. Celakanya, setelah berpuluh-puluh tahun investasi asing masuk, tetap saja kemandirian ekonomi dan persoalan teknologi di negara miskin dan berkembang mengalami ketertinggalan.

Hatta mengatakan, Indonesia secara kumulatif, berdasarkan data BPS realisasi Penanaman Modal Luar Negeri dari tahun 2000 sampai dengan 2021 di Indonesia telah mencapai $US 439,8 miliar. Dengan kurs Rp 15.000, nilai investasi tersebut setara dengan Rp 6.597 triliun lebih. Tapi meskipun sudah begitu besar nilai investasi yang masuk ke Indonesia, namun tetap saja hingga hari ini setelah 22 tahun berjalan alasan yang sama seperti di atas tetap menjadi bentuk rayuan mujarab untuk mengelabui negara-negara miskin dan berkembang.

Hatta menuturkan, dalam konteks nilai tukar mata uang, meskipun investasi dan devisa hasil ekspor didapatkan sudah 22 tahun lamanya, namun juga masih belum mampu menjaga agar mata uang rupiah tidak terombang ambing dari permainan spekulator di pasar modal. Sampai dengan tanggal 21 November 2022, depresiasi nilai tukar rupiah di atas 15 ribu sudah memasuki hari ke 44. Dilihat dari awal tahun (YtD), rupiah sudah anjlok hingga 10,07% (Rp1.437).

“Setiap kali investasi masuk, alasan yang sama terus disampaikan. Saat yang sama, sudah sangat banyak sumber daya alam (SDA) yang dikeruk atas nama investasi,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: