FAKKTA: Kekeliruan Chatib Basri Sebut Amerika Rancang Resesi Ekonomi

Mediaumat.id – Pernyataan mantan Menteri Keuangan M Chatib Basri yang menyebut Amerika merancang resesi ekonomi dinilai keliru oleh Peneliti Forum Kajian dan Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak. “Ada yang keliru dari analisis Chatib,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jumat (23/12/2022).

Pertama, penyebab inflasi bukan karena kelangkaan tenaga kerja tapi karena harga energi yang naik sangat tinggi. “Meskipun sekarang trennya sudah menurun akibat kekhawatiran resesi global,” ujarnya.

Kedua, penyebab kelangkaan tenaga kerja di AS itu akibat beberapa faktor. Ishak mengungkap, AS selama ini mengandalkan pekerja migran, namun pada masa Donald Trumph dilakukan pembatasan besar-besaran sehingga terasa hingga saat ini.

“Kemudian, pandemi telah menyebabkan banyak pekerja enggan untuk kembali bekerja karena harus merawat anak sebab tempat penitipan anak kekurangan pekerja, lalu kekhawatiran mengenai pandemi dan seterusnya. Lagi pula pendapatan sebagian masyarakat AS naik karena hampir dua tahun pengeluaran turun akibat pandemi dan sebagian lagi melakukan pensiun dini,” bebernya.

Sebenarnya penyebab utama perlambatan ekonomi AS itu, menurut Ishak, bukan disengaja tapi sistemnya seperti itu. “Kalaupun mereka tahu berisiko menyebabkan resesi, tapi itulah yang harus dilakukan. Sistem ekonomi kapitalisme menekankan mekanisme pengetatan moneter dalam menghadapi inflasi. Dengan kenaikan itu, masyarakat diharapkan mengerem belanja dan menyimpan uangnya di sektor keuangan, seperti bank dan lembaga investasi. Kenaikan suku bunga tersebut juga akan menyebabkan biaya investasi mahal sehingga pelaku usaha lebih sulit untuk berinvestasi atau melakukan ekspansi bisnis,” jelasnya.

Ia menilai, hal yang berbahaya dari kebijakan itu adalah kenaikan suku bunga itu menyedot likuiditas internasional ke AS. Investasi dari negara-negara berkembang masuk ke AS untuk mendapatkan suku bunga yang lebih tinggi atau karena ada anggapan umum bahwa lebih aman pada masa krisis untuk menaruh investasi dalam dolar AS. “Karena itu kita melihat nilai tukar rupiah anjlok dalam beberapa bulan terakhir,” bebernya.

Islam

Di dalam Islam, kata Ishak, sistem moneter berbasis emas dan perak sehingga tidak akan ada intervensi untuk menurunkan pasokan uang dengan menaikkan suku bunga. di samping itu investasi berbasis suku bunga juga haram. Demikian pula menyimpan uang tanpa ada tujuan atau yang disebut kanzul mal (menimbun harta). Sebaliknya, uang itu didorong untuk dibelanjakan sehingga ekonomi terus bergerak. pelaku usaha juga tidak kesulitan mendapatkan pendanaan karena tidak dikenal istilah pinjaman berbunga.

“Bahkan Islam mendorong sistem bagi hasil, yakni potensi risiko dibagi antara pemodal dan pekerja. Tidak seperti sistem bunga yang menyerahkan seluruh risiko kepada peminjam,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: