Mediaumat.id – Presiden Jokowi di periode pertamanya yang sempat menjanjikan Indonesia bisa swasembada kedelai dalam waktu tiga tahun dinilai Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak hanya ilusi.
“Swasembada kedelai pada masa Jokowi ilusi karena pemerintah hanya berkoar-koar swasembada pangan tapi tidak sejalan dengan kebijakannya yang pro impor,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Kamis (3/3/2022).
Menurutnya, hal ini disebabkan anggaran untuk penanaman kedelai hanya Rp180 miliar sehingga hanya mampu memproduksi 200 ribu ton. “Produksi ini kecil sekali dibandingkan dengan impor yang mencapai 2,5 juta ton,” ungkapnya.
Ishak mengatakan, keberpihakan anggaran ini penting untung mendorong petani menanam kedelai dan membeli kedelai dengan harga yang menguntungkan mereka sehingga mereka terdorong untuk menanam kedelai. Anggaran yang besar juga penting untuk mendorong riset yang meningkatkan produktivitas benih sehingga dapat bersaing dengan produk impor.
“Jika kebijakan pemerintah tidak ada yang berubah, maka swasembada kedelai hanya mimpi,” tegasnya.
Apalagi, kata Ishak, selama ini impor pangan juga kerap dijadikan sebagai sumber rente orang-orang yang dekat dengan kekuasaan, sehingga mereka akan mempertahankannya agar impor tetap berlangsung.
“Di samping itu, yang juga berat adalah WTO melarang Indonesia membatasi impor pangan termasuk kedelai, sehingga impor pangan tidak dapat dihalangi oleh pemerintah. Ini tentu berat sebab negara-negara produsen kedelai seperti AS memberikan subsidi yang besar untuk petani mereka sehingga produk mereka menjadi sangat murah dibandingkan produk domestik. Karena itulah pentingnya subsidi hingga petani domestik mampu berswasembada,” terangnya.
Dalam perspektif ekonomi politik Islam, menurutnya, pemerintah didorong agar mampu menjadi negara yang mandiri termasuk mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya seperti kedelai. “Ini dapat dilakukan dengan menyediakan lahan yang cukup dan memberikan subsidi kepada petani hingga kebutuhan permintaan domestik dapat dipenuhi melalui produksi lokal,” tandasnya. [] Achmad Mu’it