FAKKTA: Hanya Kembali ke Islam, Cara Keluar dari Sistem Perpajakan Kapitalisme

Mediaumat.info – Peneliti dari Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menegaskan, satu-satunya cara keluar dari sistem perpajakan kapitalisme yang semakin ke sini makin membebani rakyat adalah mengembalikan tatanan kehidupan bernegara agar sesuai dengan sistem Islam.

“Satu-satunya cara untuk keluar dari sistem perpajakan kapitalisme saat ini adalah mengembalikan tatanan kehidupan bernegara, termasuk sumber hukumnya, agar sesuai dengan sistem Islam,” ujarnya kepada media-umat.info, Rabu (18/12/2024).

Hal ini ia sampaikan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang rencananya akan mengenakan dua pajak tambahan bagi pengguna kendaraan bermotor mulai tahun 2025.

Bersandar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dua pungutan tambahan pajak (opsen) itu adalah opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

Untuk diketahui, opsen PKB dan opsen BBNKB ditetapkan sebesar 66 persen yang dihitung dari besaran pajak terutang.

Karena itu, kembali Ishak menyampaikan pentingnya kembali ke sistem yang diridhai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya yakni Islam, sebagaimana QS Ali Imran: 85, yang artinya:

“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima darinya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”

Selain opsen pajak kendaraan bermotor, kata Ishak mengungkapkan, sebelumnya pemerintah akan memberlakukan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen untuk barang dan jasa yang juga akan dimulai tahun 2025.

Meski kebijakan ini disebut-sebut tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa, melainkan hanya diterapkan pada produk atau layanan yang tergolong mewah, namun Ishak memandang hal tersebut sebagai karakteristik sistem kapitalisme.

Contohnya, kata Ishak lebih lanjut, pajak atas kendaraan bermotor tersebut berikut bahan bakarnya yang dianggap sebagai sumber pendapatan yang potensial.

Pun ketika bisnis burung walet berkembang pesat, tambahnya yang juga memisalkan, pemerintah menerapkan pajak atas usaha tersebut.

“Bahkan, ketika parkir dianggap sebagai peluang pendapatan, pemerintah pun memutuskan untuk mengenakan pajak atas parkir,” imbuhnya.

Menurutnya, penerapan PPN adalah hal yang umum ditemukan di hampir semua negara di dunia saat ini yang tidak islami. Hanya perbedaannya terletak pada tingkat tarif serta jenis barang dan jasa yang dikecualikan.

Dengan kata lain, betapa pemerintah dan DPR dapat dengan mudah mengambil harta rakyat sesuai dengan kesepakatan mereka. Apalagi mereka juga tidak mempertimbangkan halal haramnya suatu pungutan.

Tetapi lagi-lagi Ishak tak heran, sebab dasar yang digunakan di dalam sistem kapitalisme adalah kesepakatan yang lahir dari akal dan hawa nafsu para penguasa. “Dasar yang digunakan adalah kesepakatan yang lahir dari akal dan hawa nafsu para penguasa dan wakil rakyat,” ulasnya.

Lantas, dikarenakan tak berlandaskan kepada sumber hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas Syar’iyyah, aturan perpajakan semacam itu jelas bertentangan dengan syariat Islam.

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka,” demikian kutipan QS. Al-Maidah: 49.

Maka itu, Ishak pun menawarkan sistem ekonomi Islam di dalam negara khilafah yang sangat jauh berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis berikut sistem perpajakan yang memberatkan.

Kata Ishak, seluruh pendapatan dan pengeluaran negara khilafah diatur berdasarkan syariat Islam yang digali dari dalil-dalil syariah.

Pun ketika muncul perkara baru, akan diselesaikan melalui proses ijtihad yang benar. “Dengan demikian, seluruh permasalahan diatur sesuai dengan hukum Islam,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: