FAKKTA: Agar Bebas Utang, Terapkan Syariat Islam Tinggalkan Kapitalisme!

 FAKKTA: Agar Bebas Utang, Terapkan Syariat Islam Tinggalkan Kapitalisme!

Mediaumat.news – Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menyatakan agar negeri ini terbebas dari utang maka harus menerapkan syariat Islam dan meninggalkan sistem kapitalisme.

“Agar negeri yang kaya SDA ini tak terjebak utang lagi, negara ini harus menerapkan syariat Islam secara paripurna dan meninggalkan sistem kapitalisme yang melegalkan pinjaman riba yang terbukti merugikan negara dan rakyat,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Senin (23/11/2020).

Menurutnya, dengan penerapan syariat Islam, negara dilarang untuk berutang disertai bunga dan utang yang disertai syarat-syarat yang merugikan negara. “Dengan aturan ini, pemerintah hanya akan berutang dalam kondisi darurat dengan bentuk yang tidak berbahaya,” ujarnya.

Selain itu, dengan penerapan syariat Islam, ia menilai pemerintah akan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam, sehingga bukan hanya hasilnya dinikmati sebesar-besarnya untuk negara dan rakyat, tetapi juga mengupayakan agar SDA tersebut diolah seoptimal mungkin sehingga menghasilkan pendapatan negara yang jauh lebih besar. “Tidak seperti saat ini, SDA kebanyakan diekspor dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan penyebab utang Indonesia terus meningkatkan sehingga pembayaran bunga utang juga naik disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, ia menilai pemerintah selalu menerapkan kebijakan defisit anggaran. Akibatnya, pemerintah harus berutang untuk menutupi selisih penerimaan dan belanja tersebut. “Kalau kebijakan defisit ditiadakan maka penambahan utang baru bisa disetop,” ujarnya.

Kedua, menurutnya, pemerintah menggunakan utang berbunga dalam membiayai defisit ataupun belanja APBN. “Jika mendesak, semestinya pemerintah mencari sumber pembiayaan yang tidak menggunakan suku bunga,” terangnya.

Ketiga, ia menilai pemerintah dapat memperbesar kepemilikan SDA. “Selama ini, penerimaan APBN dari sektor-sektor tersebut rendah sebab sebagian besar diserahkan kepada swasta dengan pajak dan royalti yang relatif kecil,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *