Mediaumat.id – Proses pembahasan RUU Ibu Kota Negara (IKN) sampai disetujui di rapat paripurna di DPR yang oleh banyak pihak terbilang cepat, menurut Ekonom Faisal Basri, M.A. bermotif bisnis.
“Ini konsisten ini memang ibu kota ini sudah dikaveling-kaveling untuk otorita, untuk bisnis itu,” ujarnya dalam diskusi publik Mengkritisi Ketergesaan Pemindahan Ibu Kota Negara di Tengah Pandemi, Ekonomi yang Rapuh dan Utang yang Membengkak: Bisa Mangkrak!” Selasa (18/01/2022) via Zoom.
Dilihat dari aspek prosedurnya yang cepat, ia mengatakan bahkan lebih cacat secara prosedural dan formalnya dibandingkan UU Ciptaker yang diputuskan inkonstitusional meskipun bersyarat.
“UCK (UU Cipta Kerja), saya sempat diskusi dengan teman-teman di DPR termasuk dengan PKS dengan PDIP perjuangan dengan Nasdem gitu, cukup ada waktu walaupun terbatas juga,” ucapnya membandingkan.
Diketahui, UU IKN itu disahkan lewat satu ketukan palu Ketua DPR Puan Maharani setelah mendapat persetujuan semua anggota rapat paripurna ke-13 DPR masa sidang 2021-2022 pada Selasa (18/01).
Menurutnya, motif bisnis dimaksud mengaca pada badan otorita Batam, Asahan, Bendungan Jatiluhur yang pernah dibentuk, juga menjadi perspektif bisnis ketika itu.
Faisal menyampaikan, ia pernah diceritakan salah seorang wakil menteri yang telah mengingatkan presiden, agar hati-hati dengan tawaran investor berikut kemampuannya menyediakan dana hingga US100 miliar terkait skema pembangunan ibu kota baru.
Di antaranya, beber Faisal, untuk rencana pengadaan air bersih saja sudah dipegang perusahaan Hashim Djojohadikusumo. Belum peluang bisnis penyediaan perumahan, perkantoran, rekreasi, sistem transportasi, pengelolaan sampah yang nilainya jauh di atas tawaran investor yang kisaran US100 miliar.
Pun tidak serta merta hal itu tanpa syarat. Seperti yang tercatat di terms and conditions malah disebutkan pemerintah wajib menghadirkan 5 juta penduduk di ibu kota baru dalam waktu sepuluh tahun.
Berkenaan dengan penyediaan lahan yang akan dijadikan ibu kota pun tidak ada yang gratis. “Lahan terbesar yang dijadikan ibu kota kan dikuasai oleh perusahaannya Sukanto Tanoto dan Prabowo Subianto,” ungkapnya.
Yang demikian itu, menurut Faisal, memiliki konsekuensi pemberian konsesi atau pun kompensasi yang sebelumnya boleh jadi sudah diatur ‘siapa dapat apa’.
“Mereka sudah tidak bisa usaha lagi di sana, delivery-nya harus cepat. Oleh karena itu, itu awal 2022 ini harus sudah jelas, makanya undang-undangnya dikebut,” tuturnya.
Oligarki
Sehingga jelas, kata Faisal, memang ada kepentingan emergency di mata para oligarki untuk terwujudnya sebuah kepastian hukum.
Kalau pun tidak bisa selesai sampai 2024, ia mengungkapkan bahwa sudah disiapkan opsi lain. Yakni perpanjangan jabatan presiden hingga tiga tahun.
“Kemungkinannya lebih besar perpanjangan tiga tahun daripada tiga periode. Karena tiga periode lebih membutuhkan amandemen,” kata Faisal yang juga mengatakan hal ini konsisten dengan upaya-upaya sebelumnya.
Melihat proses pembentukan yang menurutnya terdapat kecacatan prosedural dan formil tersebut, Faisal beserta lima kawannya yang tak ia sebut namanya ingin membuat petisi, hingga kemungkinan membawa UU IKN ke Mahkamah Konstitusi untuk judicial review.
Atau paling tidak, tambahnya, di kala partai-partai politik sudah sepakat bulat dengan tidak mengindahkan lagi aspirasi rakyat, opsi atau peluang referendum semestinya dibuka kembali setelah amandemen menghapusnya. “Saya setuju dengan Pak Hidayat Nur Wahid ayo kita buka opsi itu kita buka opsi dululah. kita diskusikan,” pungkasnya.[] Zainul Krian