Mediaumat.news – Karena membiarkan orang ngomongin LGBT dan komunisme tetapi malah menangkap ustadz yang membahas akhir zaman, politisi Fahri Hamzah pun menasihati polisi untuk banyak belajar kepada ulama yang ikhlas.
“Harusnya polisi banyak belajar kepada ulama yang ikhlas… tapi jangan takut dicuci otak… lagipula yang aneh di Polri kita banyak ahli terorisme tidak paham agama Islam… akhirnya lihat kulit tanpa mengenal isi… berantakan jadinya,” cuitnya dalam twitter @Fahrihamzah Kamis (18/1/2018) menyikapi pemanggilan Ustadz Zulkifli M Ali sebagai tersangka ujaran kebencian.
Ia menilai polisi punya frame tentang Islam yang dipelajari dari Barat pasca #911 yang intinya mereka anggap narasi tentang akhir zaman seperti sering diceramahi beberapa ustadz adalah narasi terorisme. “Mereka harus diberitahu kesalahannya. Kasian Polri salah paham narasi islamophobia,” ungkapnya.
Fahri menjelaskan cara berpikir narasi islamophobia, “karena agama memprediksi akhir zaman maka akan menyebabkan banyak orang ingin mati cepat dan masuk surga langsung…apalagi kalau sudah membahas ‘Keberkahan Bumi Syams’ seperti disebut banyak nash. Maka itu langsung dianggap ISIS.”
Fahri menyadari agama itu luas. Mungkin juga ada ustadz yang paham sedikit langsung bicara. Maka tugas negara bukan mentersangkakan orang tapi memfasilitasi perdebatan biar yang paham sedikit jadi paham banyak dan yang dangkal jadi mendalam.
“Makanya, aturlah dan fasilitasilah pembelajaran yang massif tentang agama. Bukan malah gelagapan ingin mengontrol setiap obrolan,” sarannya.
Menurutnya, selain itu mustahil, itu bukan tugas negara dan bisa melanggar HAM. Hati-hatilah melibatkan diri dalam hal yang pintu keluarnya tidak diketahui. Orang bicara apa saja boleh kok, termasuk LGBT dan komunisme yang bertentangan dengan pondasi negara. Kok orang ngomong narasi akhir zaman aja gak boleh. Hati-hatilah memakai hukum pidana. Ia adalah ultimum remedium. Jangan sembarangan.
“Kadang, negara kelihatan seperti sedang menyelesaikan masalah tapi sesungguhnya sedang bikin masalah,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo