Era Kesejahteraan Semu dan Hukum Rimba Demokrasi
Oleh: dr. Amin (Dir. ForPURE)
Angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi. Negeri ini membutuhkan visi politik baru pemberdayaan masyarakat, visi yang mampu melindungi, mensejahterakan sekaligus mengangkat harkat seluruh rakyat agar lepas dari kemiskinan. Banyak pendapat dari para ahli mengenai sebab-sebab kemiskinan. Namun, secara garis besar dapat dikatakan ada tiga sebab utama kemiskinan yaitu:
- Kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental/fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lain-lain.
- Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat tertentu; misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain.
- Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat.
Dari tiga penyebab utama ini, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan struktural. Karena, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas pada masyarakat. Kesalahan negara dalam mengatur urusan rakyat, hingga menghasilkan kemiskinan struktural, disebabkan oleh penerapan sistem Kapitalisme yang memberikan kesalahan mendasar. Peran negara secara langsung di bidang sosial dan ekonomi, harus diupayakan seminimal mungkin.
Bahkan, diharapkan negara hanya berperan dalam fungsi pengawasan dan penegakan hukum semata. Semua dikembalikan pada masyarakat atau swasta, maka muncullah banyak NGO (non-governmental organization). Jelas telah menjadikan negara kehilangan fungsi utamanya sebagai pemelihara urusan rakyat ini selaras dengan reinventing government yang diadopsi pemerintah. Akhirnya, rakyat dibiarkan berkompetisi secara bebas, bak hukum rimba yang kuat yang akan menang dan bertahan.
Dengan sistem kapitalisme kita tidak bisa berdiri tegak di atas kaki sendiri. Ekonomi yang rapuh. Sehingga sumber daya alam yang melimpah pun tidak bisa dikuasai sendiri. Malah sebagian besar diberikan ke perusahaan asing. Begitulah nasib menyedihkan negeri Zamrud Khatulistiwa. Merdeka tapi miskin. Presiden terpilih Joko Widodo dianggap gagal untuk meningkatkan kesejahteraan warga yang berada pada garis kemiskinan sesuai janjinya saat kampanye. Masalah pembubaran HTI, infrastruktur berbasis utang dan kenaikan harga BBM tampaknya menjadi batu sandungan.
Siapapun kelak pemimpinnya, jika ia jadi mencabut subsidi untuk rakyat, akan berefek domino terhadap harga barang lainnya dan biaya transportasi. Semuanya akan naik. Ujungnya kebijakan ini bukan malah meningkatkan kesejahteraan rakyat, malah sebaliknya memiskinkan rakyat. Demikianlah episode negara yang menganut kapitalisme-sekuler, sulit untuk mandiri karena akan sangat tergantung kepada asing. Negara hadir bukan untuk menyejahterakan rakyat, tapi menyejahterakan para pemodal besar (kapitalis). Alih-alih menyejahterakan rakyat tapi malah memiskinkan rakyat.[]