Emak-Emak Marah dan Kecewa terhadap Kebijakan Jokowi

 Emak-Emak Marah dan Kecewa terhadap Kebijakan Jokowi

Mediaumat.id – Dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) 3 September lalu, dinilai Ulama Aswaja Jakarta Ustaz Irwan Syaifullah membuat emak-emak marah dan kecewa terhadap Jokowi.

“Saya lihat di TikTok itu ada yang menarik, ada lagu emak-emak yang viral ‘bingung-bingung kumemikirnya’, saking marahnya, saking kecewanya dengan seluruh kebijakan yang dilakukan oleh Bapak Jokowi, karena selalu tidak menepati alias bohong,” ucapnya di acara Talkshow Tolak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi dan Liberalisasi Migas, Sabtu (10/9/2022) melalui kanal YouTube Rayah TV.

“Emak-emak juga marah karena kebohongan pemerintah. Sri Mulyani sebelumnya mengatakan bahwa APBN surplus, tapi belakangan bilang jebol,” kesalnya.

Ia mengatakan APBN tidak jebol dan tidak perlu menaikkan BBM jika negara bisa menghemat anggaran dengan cara misalnya, meniadakan anggaran yang tidak urgen, pengurangan gaji pejabat yang bergaji tinggi seperti Bu Mega atau Pak Jokowi, menyita harta koruptor dan lain-lain.

Ia menyesalkan, kenapa negeri yang kaya raya seperti zamrud katulistiwa ini menjadi miskin, utangnya sangat banyak. “Kenapa demikian? Dijelaskan oleh peneliti ekonomi kita Muhammad Ishak M.E. karena negara kita ini sudah menerapkan sistem kapitalis liberal total,” jelasnya.

Maknanya, kata Irwan, negara hanya menjadi regulator saja (makelar), sukanya menjual aset negara pada swasta dan asing sekadar untuk mendapatkan pajak dan komisi.

“Contoh, batu bara, gas, minyak, royalti yang diberikan hanya sebesar 7-11 persen , sisanya untuk oligarki. Jadi yang untung oligarki, rakyat menjerit,” bebernya.

Menurutnya, rezim Jokowi ini rezim penjual, hingga banyak tokoh yang berteriak bahwa 10 persen penduduk menguasai kekayaan negara ini. “Ini penjajahan,” tandasnya.

Solusi

Irwan lalu berandai jika negara ini menerapkan syariat Islam kaffah dalam naungan khilafah maka tidak perlu BBM naik.

Ia memberikan contoh perhitungan produksi minyak mentah hingga sampai ke SPBU yang bisa dijual murah.

“Kita ambil data dari jurnal internasional tentang energi, sebetulnya tidak perlu menaikkan BBM dan tidak perlu impor BBM karena jumlah sumur, cekungan itu banyak. Yang sudah diidentifikasi sekitar 128 cekungan hidro karbon, yang di situ ada peluang sumur minyak. Dan yang masih bisa digali ada 20 cekungan. Ini memproduksi sekitar 70 persen minyak kita, kalau ditambah lagi 20 cekungan, kita enggak perlu impor lagi,” urainya.

Tapi, sesalnya ini tidak dilakukan karena sumber energi diserahkan kepada swasta, oligarki, penjajah.

“Menurut data dari jurnal tadi, biaya eksplorasi minyak mentah menurut SKK Migas Tahun 2020 biaya produksinya antara US$4 sampai US$26 per barel. Tahun 2021 sekitar US$11 per barel. Kalau diambil rata-rata yang tengah US$19.7 per barel, maka dengan kurs Rp14.300 harga per barel adalah Rp281.721. Per barelnya ada 159 liter, berarti biaya produksi minyak mentah per liter itu Rp 1.771,” urainya.

Irwan memaparkan data Kementerian ESDM, biaya pertamax untuk pengalengan, untuk pengadaan, penyimpanan sampai transportasi ke SPBU itu biayanya Rp2.000. Ditambah pajak dan lain-lain total biaya produksi yang dikeluarkan hanya Rp4.715 per liter. “Ini kalau dikelola dengan syariat Islam dalam naungan khilafah,” tegasnya.

Sedangkan, andai negara belum mampu mencukupi kebutuhan 100 persen minyak, karena 30 persennya masih impor, taruhlah dengan harga paling tinggi pada bulan Maret ketika harga minyak dunia US$113 per barel. Dengan rumus hitungan tadi untuk pertamax hanya Rp7.456 per liter, sedang pertalite hanya Rp7.206 per liter. “Jadi tidak harus naik,” simpulnya.

Terakhir, Irwan membacakan hadits, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang, dan api.”

“Ini adalah kepemilikan umum maka kalau dalam sistem Islam dari 8 sumber daya alam saja kalau kita kumpulkan itu sekitar Rp4.600 triliun kalau dikelola negara,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *