Mediaumat.id – Rencana pemerintah mengimpor beras 500 ribu ton pada Desember 2022 hingga Februari 2023 direspons oleh Direktur Lingkar Studi Ekonomi Ideologis (eLSEI) Arif Firmansyah S.E., M.M.
“Harusnya impor beras seperti ini tidak lagi terjadi agar bisa memperbaiki kondisi ekonomi petani dan juga memperbaiki kondisi ekonomi nasional,” tuturnya di Kabar Petang: Stok Beras RI Tak Aman, Why? melalui kanal YouTube Khilafah News, Selasa (13/12/2022).
Selama kurun waktu 2019-2022 ketahanan pangan Indonesia cukup meningkat dan stabil. “Kalau kita kutip dari data Global Food Security Index (GFSI) indeks pangan Indonesia pada 2022 itu berada di level 60,2 lebih tinggi dibandingkan periode 2020 hingga 2021,” ungkapnya memberikan alasan.
Menurut Arif, Indonesia pada Agustus 2022 lalu mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) atas keberhasilannya mencapai swasembada beras dan meningkatkan sistem ketahanan pangan.
“Alasannya sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi selama dua periode pemerintahannya mengklaim berhasil melakukan swasembada beras berkat pembangunan infrastruktur. Ada 29 bendungan, 4500 embung dan 1,1 juta jaringan irigasi,” bebernya.
Anomali
Arif mengatakan, ini menjadi sebuah anomali bagi publik. “Katanya sudah berhasil melakukan swasembada beras? Kok masih impor. Ada apa ini? Tidak salah kalau publik menduga ada perburuan rente sebagaimana dikatakan ekonom Indonesia Faisal Basri,” ucapnya.
Artinya, sambung Arif, ada pihak tertentu yang diduga memanfaatkan kebijakan impor ini untuk kepentingan pribadi atau menguntungkan kepentingan sekelompok orang.
Arif menduga ada kartel impor pangan. “Kartel impor ini yang harus kita bongkar, kira-kira ada enggak kemungkinan kartel impor yang membuat pemerintah gusar terhadap ketahanan pangan di dalam negeri sehingga terpaksa atau mungkin dipaksa untuk melakukan impor,” tanyanya.
Dengan pembangunan infrastruktur sebagaimana disampaikan Jokowi, kata Arif, harusnya sangat menunjang munculnya swasembada pangan. “Harus kita pastikan lagi dengan adanya infrastruktur ini betul enggak terjadi swasembada pangan,” tukasnya.
Agar Indonesia memiliki ketahanan pangan, Arif menyarankan agar dilakukan modernisasi pertanian. “Saya kutip dari data yang disampaikan Faisal Basri, tahun 2018 besaran untuk membayar impor 1,05 miliar US$. Dana sebesar itu mestinya digunakan untuk melakukan revolusi sektor pertanian dengan memberikan dukungan kepada para petani baik dari segi pendanaan maupun infrastruktur. Dengan dukungan itu, akan bisa mewujudkan swasembada pangan,” sarannya.
Arif mengatakan, dalam konsep sistem ekonomi Islam impor bisa menjadi alat politik bagi negara lain untuk mengontrol Indonesia bahkan mengendalikan kedaulatan pangan di Indonesia.
“Ini berbahaya, sehingga saya merekomendasikan kepada pemerintah agar betul-betul memaksimalkan potensi pertanian dalam negeri dengan memanfaatkan infrastruktur yang ada, modernisasi pertanian, serta sinergisitas antar provinsi sehingga tidak perlu lagi impor,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun