Mediaumat.news – Narasi terorisme dibangun pasca insiden penusukan Menko Polhukam Wiranto. Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Herwan Chaidir, sebagaimana dikutip dari detik.com, Senin (14/10/2019)
“Untuk melihat yang bersangkutan itu terafiliasi kelompok teror atau tidak, bukan dari tampilan fisik, berjanggut, celana cingkrang, keningnya hitam,” kata Chaidir.
Menanggapi ujaran Chaidir, Direktur el Harokah Research Center, Ahmad Fathoni memberi tanggapan jika framing yang dibangun seperti itu, kepercayaan masyarakat kepada aparat akan makin tergerus.
“Disamping itu, dengan ucapan yang provokatif seperti itu justru bisa menyemai benih kebencian dari masyarakat.” Ujar Fathoni.
Fathoni juga menanggapu, operasi penyergapan sebagian terduga teroris itu menampilkan metode operasi aparat Densus 88 yang provokatif. Betapa tidak, aparat Densus mengeksekusi orang yang baru terduga teroris.
“Terhadap aparat dan bisa melahirkan aksi pembalasan. Maka wajar jika ada anggapan bahwa operasi kontraterorisme seperti itu bukannya untuk mengakhiri aksi teror, tetapi justru melanggengkan terorisme demi berbagai kepentingan dan tujuan.” Imbuh Fathoni.
“Ada beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap sebagian pihak makin menegaskan bahwa program kontraterorisme memang menyasar Islam dan para aktifisnya.” Paparnya.
“Betapa tidak, sekedar berjanggut, celana cingkrang, keningnya hitam sudah digambarkan ciri-ciri teroris, ironis!” Pungkasnya. []Rosyid