Mediaumat.news – Aktivis Anti Korupsi sekaligus eks Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, S.H., mengungkap ada penyimpangan dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK.
“Terbukti, ada penyimpangan dalam proses TWK Pegawai KPK,” cuit Febri dalam akun twitternya @febridiansyah, Kamis (22/7/2021).
Febri mengutip pernyataan Ombudsman RI yang mengungkapkan bahwa ada penyimpangan dalam Tes Wawasan Kebangsaan KPK. “Ini sekaligus membantah klaim Pimpinan KPK bahwa TWK dilakukan secara profesional,” tegasnya.
Baca juga: Temuan Ombudsman Mengkonfirmasi Ada Misi Khusus di Balik TWK KPK
Menurutnya, Ombudsman RI menemukan ada masalah terkait proses Alih Status Pegawai KPK menjadi ASN. “Temuan terdapat dalam 3 tahapan, mulai saat membuat aturan hukum, pelaksanaan TWK hingga penetapan hasil. Hampir seluruh proses bermasalah,” bebernya.
Ia menilai, pada saat pembentukan aturan hukum “pensiasatan” sudah terjadi. Rapat harmonisasi yang biasanya hanya dihadiri pejabat level operasional, sekarang dihadiri Pimpinan Kementerian/Lembaga. “Spesial. Namun, yang menarik, berita acara rapat ditandatangani pejabat yang tidak hadir,” ujarnya.
“Ombudsman RI berpendapat, asesmen TWK merupakan penyisipan dari Pasal 5 Rancangan Peraturan KPK tgl 25 Januari 2021. Ombudsman RI menegaskan, ada penyimpangan prosedur sekaligus penyalahgunaan wewenang dalam proses penyusunan aturan TWK KPK ini,” tambahnya.
Febri menilai, KPK juga melanggar aturannya sendiri (Peraturan KPK No. 12 Tahun 2018) karena rancangan aturan TWK ini tidak disebarluaskan ke Pegawai KPK.
Terkait tahap pelaksanaan TWK, Febri mengatakan, menurut KPK pelaksana TWK adalah BKN, namun pandangan Ombudsman RI tentang pelaksanaan asesmen TWK oleh BKN, sungguh mengejutkan. “Menurut Ombudsman RI, BKN Tidak Kompeten,” ujarnya.
“Penyimpangan tahap Pelaksanaan TWK KPK dimulai dari pembuatan kontrak dengan tanggal mundur. Kontrak antara KPK dan BKN ditandatangani 26 April 2021, namun dibuat berlaku mundur sejak 27 Januari 2021. Mundur 3 bulan. Bagaimana bisa ajarkan integritas ke masyarakat jika KPK RI begini?” tanyanya.
Febri mengungkap, asesmen TWK dilakukan 9 Maret 2021. Sementara kontrak KPK-BKN baru ttd 26 April 2021.
“Dalam pelaksanaan asesmen TWK pun, BKN dinilai Ombudsman RI tidak punya alat ukur, instrumen dan asesor untuk lakukan asesmen tersebut,” ungkapnya.
Kemudian masalah penetapan hasil, Febri menilai ada ketidakpatuhan, pengabaian dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan sejumlah Kementerian dan Lembaga Negara. “Terutama terkait SK 652 yang diterbitkan KPK. Penyingkiran 75 Pegawai KPK,”ujarnya.
Sementara itu, menurutnya, Ombudsman RI menyoroti Putusan MK No. 70, Peraturan KPK No. 1 tahun 2021 dan Pernyataan resmi Presiden yang intinya alih status tidak boleh merugikan hak pegawai. “Bahkan di Peraturan KPK tidak diatur sama sekali dasar hukum penon-aktifan melalui SK 652 tersebut,” jelasnya.
Febri mengatakan, penerbitan SK 652 oleh Pimpinan KPK yang membuat 75 Pegawai KPK tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai Pegawai KPK lagi atau menon-jobkan mereka dinilai Ombudsman RI sebagai tindakan malaadministrasi. “Bertentangan dengan Putusan MK dan mengabaikan pernyataan Presiden,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ia menyampaikan saran dari Ombudsman RI agar KPK dan BKN melakukan tindakan korektif. “KPK: Penjelasan pada pegawai KPK, Hasil TWK sbg masukan, bukan alasan pemberhentian, Pendidikan kedinasan dan 75 Pegawai KPK dialihstatuskan jadi ASN sebelum 30 Oktober. Sedangkan BKN: Perbaikan kebijakan dan adm kepegawaian,” jelasnya
“Ombudsman RI juga memberikan saran pada Presiden Jokowi agar Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi manajemen ASN, perlu mengambil alih kewenangan yang didelegasikan pada PPK di KPK dan melakukan pembinaan pada Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, Menkumham, Menpan-RB dan lain-lain,” tambahnya.
Febri juga memberi penjelasan terkait pertanyaan, apa itu OMBUDSMAN dan apakah rekomendasinya mengikat dan wajib dipatuhi?
“Ombudsman RI adalah Lembaga Negara yang dibentuk dan diberi wewenang oleh Undang-undang No. 37 Tahun 2008. Pasal 38 mengatur, rekomendasi wajib dilaksanakan,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it