Mediaumat.info – Ekonom Senior Faisal Basri menyatakan korupsi yang paling menentukan arah perekonomian di negeri Indonesia ini adalah korupsi kebijakan.
“Nah, paling mahal korupsinya yang dapat menentukan arah perekonomian itu ya korupsi kebijakan,” ujarnya dalam talkshow Faisal Basri: Penguasa Merangkap Pengusaha Kebijakan di Buat Menguntungkan Usahanya, Ahad (21/1/24) di kanal YouTube Novel Baswedan.
Jadi korupsinya itu, lanjut Faisal, memanfaatkan jabatannya untuk bisnis dia (penguasa), bisnis yang menyokong dia (penguasa), dan bisnis kelompok dia (penguasa).
“Jadi, misalnya penguasa punya usaha seperti sepeda motor listrik, agar lebih laku penguasa ini minta atau membuat kebijakan sepeda motor bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan pajaknya,” katanya.
Padahal di zaman Pak Harto, kata Faisal, tidak pernah mendengar menteri, pejabat, atau politisi itu berbisnis. Konglomerat di zaman Pak Harto itu diproteksi, jangan sampai ada yang mengganggu terkait jabatannya dan juga bisnisnya.
“Kalau sekarang nyata sekali bahkan sampai ada setingkat menteri merangkap jabatan, misalnya jadi menteri, jadi pengusaha, jadi ketua asosiasi perusahaan kendaraan listrik, jadi wakil-wakil Badan Usaha Milik Negara (BUMN), jadi wakil ketua umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN),” keluhnya.
Ia menyayangkan, jika pejabat atau politisi yang merangkap itu punya integritas tidaklah masalah, kalau tidak ini menjadi pertanyaan dia (penguasa) itu wakil rakyat atau wakil pengusaha.
“Nah, sekarang ini bisa dikatakan multi conflict of interest, politisi pasang orangnya langsung di yudikatif, di Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga begitu, kan pesenan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Mahkamah Konstitusi (MK) juga begitu, di Mahkamah Agung (MA) yang dulu terlepas dari orangnya seperti apa kan yang memilih teman-teman dia, kan enggak bener,” ujarnya.
Radar
Faisal Basri masih dalam forum yang sama juga mengungkapkan alasan para koruptor itu lama untuk diproses karena ketika mereka (pejabat korup) sadar bahwa dalam radar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka mereka pasang orang-orangnya di KPK.
“Pejabat-pejabat yang terlibat dalam bisnis tambang tidak hanya di nikel ternyata, kalau saya kan tahunya di nikel, di timah juga begitu, di mana-mana juga begitu, kemudian di KPK ternyata punya orang, kalau ada yang mengkritik atau mengungkapkan kejahatannya, dia (orang KPK sekaligus orangnya pejabat juga) seolah-olah membela, menjadi juru bicaranya yang masuk radar ini, jauh mengerikan dari yang saya bayangkan,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi