Either You with Us or with Perppu Ormas?

 Either You with Us or with Perppu Ormas?

Oleh Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media)

Masih ingat pernyataan George W. Bush pasca WTC runtuh? Ya, ungkapan itulah yang kemudian membelah dunia menjadi dua kutub dan menabuh genderang perang melawan terorisme. “Either you with us or with terorrist?”  Itulah ungkapannya.

Kondisi itu, hampir mirip dengan penerbitan Perppu Ormas No.2 Tahun 2017 di Indonesia. Perppu Ormas pun menggelinding cepat dan mendapat respon pro-kontra. Kini rakyat menanti keputusan akhir di DPR RI dengan harapan Perppu Ormas ditolak dan dibatalkan secara aspek hukum dan politik. Jika Bush mengatakan “either you with us or with terorrist?”, maka rakyat Indonesia mampu mengatakan kepada anggota dewan dan pengambil kebijakan dengan ungkapan “Either you with us or with Perppu Ormas?”

‘Either with us or with Perppu Ormas’ merupakan sinyal yang harus direnungkan bagi penyelenggara negara. Bersama ‘kami’ berarti bersama rakyat. Sebab, rakyat sudah menolak Perppu Ormas yang inkonstitusional. Sebaliknya, bersama mereka yang menyepakati Perppu Ormas berarti tak memahami esensi aturan dalam pengaturan kehidupan. Pilihan berat dalam kalkulator politik sidang paripurna nanti.

Hal menarik dari Anggota DPR RI menjelang sidang paripurna yaitu Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Peristiwa itu penting untuk mendengar aspirasi rakyat dan pihak yang mengeluarkan Perppu. Komisi II DPR RI dalam penyikapan Perppu Ormas harus menggunakan hati dan pikiran yang bersih. Nalar yang tinggi menunjukkan kaum yang berbudi. Hindari dari sikap sesuka hati demi kepentingan sesaat. Karena anggota DPR RI menentukan nasib jutaan rakyat.

Kerja anggota DPR dalam mengambil keputusan senantiasa diawasi oleh rakyat dan Allah Yang Maha Melihat. Jika rakyat dianggap sebagai suara ‘Tuhan’, maka dengar aspirasinya. Sebab dalam beragam penjelasan yang argumentatif—baik kajian hukum, politik, maupun sosial—Perppu Ormas tidaklah layak menjadi aturan UU. Kesalahan dalam memutuskan Perppu Ormas akan menjadi dampak buruk dan bunuh diri politik.

Kalkulator Politik Perppu

Perppu ormas menjadi bandul dan kalkulator politik rezim Jokowi-JK. Isu Perppu Ormas menjadi nomor dua setelah hutang dan kelesuan ekonomi. Rakyat sudah mengetahui alasan yang disampaikan di awal penerbitan Perppu Ormas, begitu mudah terbantahkan. Ada logika yang tidak sambung dan kepentingan politik tersembunyi.

Perppu Ormas juga dinilai bernada represif, terlebih pada Islam Politik atau kelompok kritik di luar kekuasaan. Niat awal penguasa memang sudah terbaca. Tiga tahun masa kepemimpinanya agar berakhir mulus hingga tahun 2019. Jangan sampai ada yang merecoki atau menurunkan di tengah jalan. Lebih-lebih harapannya bisa naik kembali di periode kedua.

Anggota DPR RI hendaknya mempertimbangkan kalkulator politik di balik Perppu Ormas. Jangan merasa kuasa memiliki hak suara dalam penentuan disetujui atau ditolak. Berfikirlah bahwa rakyat memberikan tekanan agar DPR RI menolak dan mencabut Perppu Ormas. Nada sumbang bahwa Perppu ini akan disetujui DPR adalah bentuk kesombongan dan keangkuhan di hadapan rakyat. Bukti bahwa selama ini politik demokrasi telah meniadakan aspirasi dan suara rakyat. Tidak ada yang pernah serius mendengar dan memperjuangkan hak-hak rakyat.

Mengatur negeri ini tidak bisa dengan tangan besi atau kesewenang-wenangan. Aturan itu dibuat untuk menentramkan, bukan malah memperkeruh suasana kehidupan sosial politik kenegaraan. Masalah negeri ini sudah bertumpuk-tumpuk. Tampaknya tidak pernah serius dalam mengatasinya, lalu lompat ke persoalan lainnya yang justru tidak esensi.

Akibat buruk jika Perppu Ormas tetap dilanjutkan di antaranya,

Pertama, kegaduhan nasional yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Kegaduhan ini tidak hanya melibatkan kelompok, tapi juga massal dan meluas secara radikal. Hal ini bisa diambil pelajaran dari ketidakpuasan pendukung salah satu calon dalam Pilkada yang melakukan tindakan anarkis. Kembali, rakyatlah yang jadi korbannya.

Kedua, pengkotak-kotakan rakyat Indonesia. Jika mendukung kebijakan penguasa maka disayang selamanya. Sebaliknya jika kritis maka siap ditendang dan dimasukan kandang. Rakyat sesungguhnya sudah lelah dan capek dengan politik model stick and carrot ini. Pelajaran berharga dari Pilkada Jakarta 2017 yang nyatanya masih ada yang belum ‘move on’, sehingga rakyat terkotak-kotak dan mencoba balas dendam.

Ketiga, hilangnya penyadaran Islam di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Islam yang disampaikan pun harus sesuai selera penguasa. Tidak lagi berdasarkan quran dan sunnah. Ormas keagamaan pun merasa keki karena sering diintai dan diawasi seolah dakwah dianggap kriminal.

Keempat, mengonfirmasi jika aturan UU di negeri ini sering bertabrakan dengan aturan lainnya. Pantas, aturan yang dibuat lebih sering memunculkan perdebatan dan pertentangan. Aturan digunakan sebagai alat pukul demi kepentingan keberlangsungan kekuasaan. Sungguh inilah model demokrasi yang akan melahirkan diktatorisasi.

Kelima, mempertegas posisi anggota DPR RI: apakah masih mewakili kepentingan rakyat atau kepentingan sesaat? Selama ini pun, anggota dewan yang memiliki hati nurani dan jiwa idealis sering dikalahkan kepentingan fraksi dan partai politik. Mengingat ini berkaitan dengan jatah kursi kekuasaan: koalisi atau oposisi. Jika anggota dewan sudah tidak mewakili kepentingan rakyat, maka tamatlah riwayat politik di negeri ini. Tiada guna menggantung asa pada anggota dewan terhormat.

Keenam, kemunculan gerakan massa yang menginginkan perubahan revolusioner. Gerakan ini akan senantiasa menggalang dukungan hingga betul-betul kekuasaan itu tumbang. Ketidakmatangan penguasa menjalankan politik mengakibatkan kehancuran negeri ini. Mengingat mengelola negara tidak bisa main-main seperti bermain video game.

Ketujuh, Perppu Ormas merupakan kemunduruan semundur-mundurnya negeri ini. Keberadaan Ormas Islam dalam membina rakyat yang terabaikan, jasanya ditiadakan. Sementara itu, penguasa sendiri tiada mampu membina rakyatnya menjadi baik, taat aturan, dan berkepribadian berketaqwaan. Penghalangan kepada Islam dan umatnya merupakan bentuk permusuhan ajaran ilahiyah. Cepat atau lambat akan datang kualat.

Oleh karena itu, dua pilihan bagi penguasa dan anggota dewan: bersama rakyat atau ditinggalakan rakyat? Karena rakyatlah sesungguhnya pemegang kekuasaan itu.[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *