Mediaumat.news – Sebelum berkuasa, PDIP menjadi partai yang paling keras menolak kenaikan harga BBM, namun setelah berkuasa mingkem meskipun Jokowi sudah menaikkan berkali-kali.
“Kalau dulu mereka teriak-teriak menentang kenaikan BBM dan listrik sekarang diam menunjukkan bahwa mereka tidak lagi bisa disebut partai wong cilik. Inkonsisten. Istilah itu hanya alat pencitraan politik. Jadi mereka tak patut untuk didukung,” ujar peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Muhammad Ishak kepada Mediaumat.news, Jumat (12/10/2018).
Padahal, lanjut Ishak, kenaikan harga pertamax pastinya akan membuat kehidupan masyarakat khususnya menengah bawah akan semakin sulit di tengah makin mahalnya harga kebutuhan pokok. “Pemerintah dan partai-partai pendukungnya tutup mata dengan kondisi ini,” keluh Ishak.
Ia juga mengingatkan, pertamax itu di sebagian besar pulau Jawa dan Bali sudah menjadi bahan bakar utama. Sebab lebih 60 persen SPBU sudah tidak menjual premium lagi. “Yang juga pasti naik adalah tarif listrik karena sebagian besar sudah tidak disubsidi lagi. Hanya saja listrik ini naik diam-diam, namun semakin mencekik rumah tangga,” ungkapnya.
Menurutnya, masyarakat termasuk mahasiswa sudah seharusnya sadar bahwa semua ini adalah konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme liberal, termasuk di dalamnya liberalisasi sektor migas dan ketenagaslistrikan. Kekayaan alam diserahkan kepada asing. Sementara harganya diserahkan kepada mekanisme pasar.
“Oleh karena itu, rakyat sudah seharusnya meninggalkan sistem tersebut, mencabut mandat rezim saat ini, dan kembali kepada sistem Islam, khilafah Islam, sebagai satu-satunya jawaban atas berbagai persoalan yang melilit negara ini. Hanya dengan begitu masalah ini bisa diselesaikan dengan baik sekaligus mengangkat dosa kita karena telah meninggalkan hukum-hukum-Nya,” pungkas Ishak.[] Joko Prasetyo