Mediaumat.news – Dijadikannya dukungan terhadap khilafah dan ketidaksetujuan terhadap pembubaran ormas Islam HTI dan FPI sebagai indikator merah dalam penilaian tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK dinilai Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana semakin menunjukkan rezim saat ini anti Islam kaffah.
“Ini adalah salah satu indikator merah yang jelas menunjukkan rezim ini anti Islam kaffah,” tegasnya kepada Mediaumat.news, Rabu (2/6/2021).
Menurutnya, khilafah adalah jelas-jelas ajaran Islam. “Sedangkan, HTI dan FPI adalah organisasi yang memperjuangkan tegaknya Islam kaffah,” ujarnya.
Selain itu, Agung mengatakan, indikator merah terkait menolak atau tidak setuju revisi UU KPK ini juga aneh, karena hak setiap orang untuk setuju atau tidak setuju. “Tak ada kaitannya hal ini dengan wawasan kebangsaan. Apalagi banyak pakar yang menduga kuat bahwa revisi UU KPK adalah bagian dari instrumen pelemahan KPK,” ungkapnya.
Demikian juga indikator terkait tidak setuju dengan pencalonan bapak Firli Bahuri sebagai ketua KPK ini juga absurd. Menurutnya, karena hak setiap orang setuju atau tidak setuju, dan tak terkait dengan wawasan kebangsaan. “Apalagi banyak pakar juga membaca bahwa pemilihan komisioner KPK termasuk Firli adalah bagian dari pelemahan KPK setelah beres revisi UU KPK,” bebernya.
Sistematis
Agung menuturkan, pelemahan KPK dilakukan secara sistematis. “Setidaknya ada tiga hal penting yaitu pertama, melakukan revisi UU KPK, kedua, pemilihan komisioner KPK yang penuh kontroversial dan cenderung pro pada rezim penguasa dan yang ketiga, penggantian satgas dan penyidik yang bisa dikendalikan,” jelasnya.
Menurut Agung, langkah pertama dan kedua relatif sudah dilampaui. “Tinggal langkah ketiga. Dan polemik TWK KPK ini saya menduga kuat terkait penyelesaian langkah ketiga ini,” tegasnya.
Ia menilai satgas atau penyidik yang ada sekarang masih bisa “menggigit” dengan melakukan OTT pada para pelaku koruptor. “Dugaan saya, hal ini akan dianggap menghambat penggarongan anggaran negara untuk modal election tahun 2024. Kita tahu bersama sektor usaha saat ini sedang lamban karena pandemi covid-19 maka modal yang mudah diambil untuk modal 2024 ya APBN,” jelasnya.
Menurutnya, ini jelas sangat mengerikan dan merusak. “Mereka ingin langkah ketiga sukses agar bisa menempatkan satgas dan penyidik dari kubu mereka sehingga mudah dikendalikan. Bila langkah ketiga ini sukses maka sempurnalah proses sistematis pelemahan KPK,” ujarnya.
Ia melihat, proses demikian sebenarnya model klasik yang berulang, yakni penguasa termasuk partai penguasa akan berusaha dengan sistematis mengendalikan KPK, tentu demi kepentingan kekuasaan. “Inilah pola yang akan berjalan dalam sistem demokrasi,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it