Dugaan Korupsi BPJS Rp 43 Triliun Berkedok Investasi, Pengamat: Mengulang Persoalan BUMN Lain

Mediaumat.news – Dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 43 Triliun disebut pengamat mengulang persoalan BUMN lain berkedok investasi yang fluktuatif dan menjadi ciri khas kapitalisme.
“Persoalan yang menimpa BPJS Ketenagakerjaan, sama dengan Jiwasraya, Century, Bumiputera, dan lain-lain. Investasi dalam sektor keuangan memang sangat berisiko karena penuh dengan spekulasi, yang didorong oleh iming-iming untuk mendapatkan keuntungan dari suku bunga tinggi dan capital gain, yang sangat fluktuatif. Ini adalah ciri dari sistem kapitalisme,” ungkap Pengamat Ekonomi Muhammad Ishak kepada Mediaumat.news, Jumat (22/1/2021).
Ishak juga mengungkap bagaimana cara kerja investasi ini. Menurutnya, Dana milik nasabah, yang notabene uang pekerja, diinvestasikan pada portofolio yang justru mendatangkan kerugian.
Ishak menuturkan kalau melihat pola Jiwasraya, bisa jadi ada kerja sama antara manajemen dengan pemilik portofolio, yang menawarkan imbalan tinggi, tapi sangat berisiko karena tidak sehat.
“Para pemegang surat-surat berharga itu mendapatkan untung dalam waktu singkat. Namun, ketika perusahaan yang mengeluarkan portofolio tidak lagi bisa bertahan, imbasnya ke pemegang surat-surat berharga tadi, termasuk BPJS,” ungkapnya.
Menurutnya, selain kesalahan personal yang tidak cermat dalam memilih objek investasi, atau pun mungkin berkolusi dengan pemilik perusahaan investasi untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek, korupsi ini bisa terjadi akibat iklim sistem kapitalis yang mendukung terjadinya investasi dengan iming-iming bunga yang sangat tinggi.
Bila diteruskan, lanjut Ishak, skandal sektor keuangan seperti ini akan terus berjalan jika sistem ekonomi kapitalisme seperti saat ini tetap dipertahankan. Maka, harus ada pergantian sistem keuangan.
“Rakyat akan terus menjadi korban, baik secara langsung berupa kehilangan dana investasi, atau pun melalui pajak yang mereka bayar yang akhirnya dipakai untuk menalangi perusahaan-perusahaan yang terlibat skandal, seperti BLBI, Jiwasraya, dan Century. Karena itu, sistem ini mau tidak mau harus diganti dengan sistem Islam, yang menegasikan sistem keuangan yang sarat spekulasi, perdagangan surat berharga dengan imbalan suku bunga, yield, dan capital gain,” pungkasnya.[] Billah Izzul Haq