Dugaan Gratifikasi Kaesang Tidak Berlanjut, Bukti Hukum Sudah Rusak

Mediaumat.info – Jika benar kasus dugaan gratifikasi keluarga presiden enggak bakalan berlanjut hingga proses hukum, maka hal ini dinilai cukup membuktikan sistem hukum di negara sudah rusak.

“Ini saja sudah membuktikan sudah rusak negara ini,” ujar Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) dalam Diskusi Online: Anak Jokowi Terjerat Gratifikasi? di kanal YouTube Media Umat, Ahad (15/9/2024).

Adalah Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, yang kini tengah menjadi polemik karena penggunaan jet pribadi Gulfstream G650ER saat bepergian ke Amerika Serikat (AS) bersama istrinya, Erina Gudono, beberapa waktu lalu.

Sementara jika ditelusuri di laman resmi Federal Aviation Administration (FAA), tertulis bahwa pemilik pesawat jet pribadi Gulfstream G650ER yaitu Garena Online Private LTD, sebuah perusahaan pengembang dan penerbit game online asal Singapura.

Pada 2019, perusahaan tersebut mereorganisasi berbagai kepentingannya sebagai konglomerat di bawah Sea Limited. Kini, Garena menjadi salah satu anak perusahaan Sea Limited yang juga merupakan induk Shopee.

Namun, dikarenakan terdapat konflik kepentingan kekuasaan maka si Kaesang bakal memperoleh perlindungan. “Jangan lagi anaknya, wong orang lain aja dilindungi kok,” sambung UIY, menyinggung sosok menteri yang baru-baru ini dikabarkan diminta mengundurkan diri dari jabatan ketua umum partai atau bakal dibongkar kasus hukum yang mendera dirinya.

Di sisi lain, sebagaimana pemaparan banyak pihak, termasuk mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, dalam unggahannya lewat akun pribadinya di media sosial X, Kamis (5/9/2024), banyak tersangka korupsi terjerat akibat ulah keluarganya melakukan pamer harta atau flexing di media sosial.

“Itu historik. Banyak koruptor yang terlacak setelah anak atau istrinya yang bukan pejabat diperiksa,” tulis Mahfud, menyinggung mantan pejabat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun yang terjerat kasus korupsi akibat ulah anaknya, Mario Dandy Satrio yang flexing di awal 2024 lalu.

Lantas sebagai penegasan terkait kasus yang menyeret nama keluarga presiden kali ini, UIY pun menyampaikan kisah betapa Rasulullah SAW dengan mudah mempersoalkan harta yang didapatkan oleh Ibnu al-Lutbiyyah, pejabat penarik zakat pasca-menjalankan tugasnya mengumpulkan zakat di Bani Sulaim kala itu.

“Wahai Rasulullah, yang ini untukmu, sedangkan yang ini dihadiahkan kepadaku,” kata Ibnu al-Lutbiyyah, dikutip dari kitab Hayatush Shahabah karya Syekh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, terbitan pertama 2019.

Mendengar hal itu, Nabi SAW langsung menegur dan marah kepada Ibnu al-Lutbiyyah karena sahabatnya itu merupakan seorang pejabat. Sebab pula, kalau seandainya tidak menjadi pejabat belum tentu dia akan mendapatkan hadiah tersebut.

Dengan kata lain, dalam kasus gratifikasi jet pribadi ini juga tidak mungkin Kaesang mendapatkan fasilitas mewah tersebut jika dirinya bukan anak presiden.

“Mungkinkah mereka-mereka yang memiliki fasilitas luar biasa itu, itu memberikan kepada Kaesang secara personal jika dia bukan anak presiden? Jawabannya pasti tidak,” cetus UIY.

Kehancuran Negara

Selain sistem hukum yang rusak, rentetan pembiaran kasus hukum yang diduga kuat melibatkan keluarga penguasa ini, akan mengantarkan kepada kehancuran negara.

“Kehancuran negara ini, itu sangat nyata melalui hancurnya penegakan hukum,” cetusnya.

Sekadar ditambahkan, selain Jokowi, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, dan Ketum PSI Kaesang Pangarep juga telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait tuduhan kolusi dan nepotisme oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) pada Oktober tahun lalu.

Bahkan di awal tahun 2022, Akademisi Ubedillah Badrun telah melaporkan dua putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi. Dia mengatakan laporannya terkait dengan bisnis Gibran-Kaesang.

Tetapi disayangkan, proses hukumnya masih di pengaduan masyarakat, belum masuk ke penindakan.

Maka, sebelum kehancuran ini benar-benar terjadi, kembali UIY menegaskan, harus ada kekuatan dari masyarakat sipil yang berusaha mengumpulkan data terkait perkara-perkara yang menyangkut kepentingan rezim ini.

“Karena itu, menurut saya, memang ini harus menjadi semacam celengan atau tabungan untuk menjadi bahan bagi usaha penegakan hukum yang sesungguhnya selepas kekuasaan ini lengser. Harus itu!” kata UIY menekankan.

Kemudian, hingga pada waktunya, ‘tabungan’ perkara dimaksud ‘digelontorkan’ sehingga seluruh kebusukan rezim saat ini ditindak tegas secara hukum.

Sebab kalau tidak, selain menjadi preseden buruk, publik akan merasa bahwa cara paling gampang untuk menghindari hukum adalah dengan menjilat kekuasaan. “Atau kekuasaan menggunakan kekuasaannya untuk menutupi seluruh kasus-kasus hukum,” pungkasnya. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: