Dua Solusi Poverty Care agar Kematian Bumil Ditolak RS Tidak Terulang

Mediaumat.id – Ada dua solusi yang diberikan Poverty Care agar kematian ibu hamil ditolak rumah sakit tidak terulang. Hal itu disampaikan Direktur Poverty Care dr. Muhammad Amin, M. Ked. Klin., Sp.MK. dalam Kabar Petang: Kok Tega! Ibu Hamil Meninggal Usai Ditolak RSUD, Jumat (11/3/2023) melalui kanal YouTube Khilafah News.

Pertama, segera lakukan audit baik audit medis atau sistem, bagaimana melakukan rujukan dari puskesmas ke rumah sakit. Apakah dengan jumlah penduduk yang ada penanganan atau kontrol bagi ibu hamil dalam kondisi baik atau tidak.

Pada faktanya, kata Amin, untuk menangani ibu melahirkan, penataan emergency untuk ibu-ibu yang melahirkan, kasus bayi baru lahir itu tersedia, tapi tidak mencukupi dengan jumlah penduduk negara Indonesia yang 270 juta.

“Dengan audit yang mendalam lalu dicari akar persoalannya maka akan terpetakan masalahnya. Kalau yang selama ini terjadi persoalan yang paling besar itu ada pada distribusi,” imbuhnya.

Kedua, perlu dicari sistem ideal agar pelayanan kesehatan bisa dijangkau oleh seluruh rakyat. Dalam sistem kapitalisme yang sedang running (berjalan) di negara ini dan di seluruh dunia, masyarakat sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang canggih kecuali mereka mengikuti asuransi atau kalau yang beruntung mereka mendapat bantuan dari negara. “Tapi yang mendapat bantuan ini jumlahnya tidak banyak,” sesalnya.

Sistem yang Ideal

Amin lalu menawarkan sistem ideal yang bisa menyediakan fasilitas kesehatan yang bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat.

“Dalam Islam, khalifah atau imam mendapatkan amanah besar untuk melayani rakyatnya termasuk di bidang kesehatan,” tukasnya.

Pelayanan di bidang kesehatan ini, lanjutnya, membutuhkan dua hal. Pertama, ilmu kesehatan.

“Untuk ilmu kesehatan, khalifah akan berusaha memberikan layanan terbagus di bidang itu. Bagaimana menjadikan orang yang sehat tetap sehat, bagaimana menjadikan orang yang sakit menjadi sehat, bagaimana orang yang cacat bisa berguna, dan seterusnya,” bebernya.

Menurut Amin, ilmu kesehatan ini akan terus diperbarui dan diberikan kepada para tenaga kesehatan, kepada rumah sakit, klinik-klinik, puskesmas, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan sebagaimana standar yang paling mutakhir dalam melayani.

Kedua, sistem kesehatan. “Khalifah akan berpikir bagaimana agar ilmu kesehatan yang demikian canggihnya tadi itu bisa diakses oleh seluruh rakyatnya. Kalau di Indonesia sejumlah 270 juta baik Muslim maupun non-Muslim, baik yang punya uang maupun yang tidak punya uang,” tegasnya.

Jadi tidak boleh dan tidak akan ada khalifah itu menjadikan kesehatan sebagai komoditas ekonomi yang diperjualbelikan.

“Khalifah akan memberikan pelayanan secara cuma-cuma sehingga distribusi pelayanan kesehatan yang mutakhir itu akan bisa dirasakan oleh semua rakyat, baik Muslim, non-Muslim, rakyat, pejabat, kaya atau miskin. Mereka semua akan bisa mengakses dengan baik,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: