Mediaumat.info – Akademisi dan peneliti yang pernah belajar di AS selama 17 tahun Ahmad Rusdan H. Utomo, Ph.D. menilai ada dua kebijakan Amerika Serikat yang tidak menguntungkan umat Islam.
“Jadi kalau dari sisi kebijakan Amerika, memang ada dua kebijakan. Yaitu kebijakan luar negeri dan kebijakan domestik,” tuturnya dalam acara Live Fokus: Kemenangan Trump dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam, Ahad (10/11/2024) di kanal YouTube UIY Official.
Pertama, menyangkut kebijakan luar negeri. Misalnya di era Partai Republik, setelah tragedi 11 September, Bush mendeklarasikan perang melawan terorisme.
“Pasca 9/11 menjadi pukulan yang sangat berat untuk umat Islam. Sebab, pasti keluar masuk AS sangat sulit, paspor selalu dicurigai, ancaman deportasi cukup banyak, dan perekrutan mata-mata oleh Muslim juga banyak. Terutama Muslim yang memang masuk secara ilegal, mereka akan ditawari. Kalau kamu masih mau tinggal di Amerika, ya kamu jadi informan kami” ungkapnya.
Ia masih ingat, ketika Muslim dicurigai. “Kita saling curiga, ini sebenarnya Muslim beneran, atau Muslim yang sebetulnya diperalat oleh AS. Sebenarnya tugas mereka sederhana aja sih. Mereka cukup merekam pembicaraan tentang apa, dan berujung dituding sebagai provokasi,” ujarnya.
“Nah misalnya tentang bagaimana pengeboman warga sipil di Amerika, banyak umat Muslim yang terperangkap dengan isu ini, sehingga mereka terlalu bersemangat untuk merekam pembicaraan saudaranya, atau sesama umat Islam. Alhasil, mereka memberi makna jihad identik dengan kekerasan,” imbuhnya.
Menurutnya, posisi umat Islam memang berat, meskipun di zaman Partai Demokrat mereka cenderung disebut dengan liberal left, artinya isu-isu kemanusiaan, keterbukaan terhadap minoritas memang kenceng.
Nah, sebut Ahmad, umat Islam secara tradisional memang cenderung inklinasi kepada Partai Demokrat karena sama-sama minoritas walaupun mereka harus membayar dengan cukup mahal. Karena isu LGBTQ itu juga berat, yang dipelopori oleh Partai Demokrat. Bukan rahasia publik lagi, di era kepemimpinan Partai Demokrat banyak orang public figure sebagai LGBTQ mendapatkan posisi yang cukup strategis.
“Nah, ini kalau dibilang bagaimana kebijakan memang either way akan sangat susah. Karena kalau Partai Republik dia antiimigran, kalau Partai Demokrat dia ke arah right minority,” tandasnya.
Diperparah, tutur Ahmad, yang disebut dengan liberal, identik sangat radikal, artinya memaksakan harus ada toleransi terhadap perilaku-perilaku LGBTQ.
“Makanya, banyak juga orang tua dari kalangan Muslim atau Arab yang sangat menentang adanya pemaksaan beredarnya buku-buku teks ajar yang mempopulerkan itu,” ucapnya.
Kedua, kebijakan domestik. Nah, kalau kebijakan domestik memang lebih banyak karena sifatnya sosial, karena kalau di Amerika itu edukasi dilakukan di public school, atau di sekolah-sekolah negeri.
“Nah antum bayangkan saja, ketika anak-anak kita sudah dipaksa dengan toleransi terhadap perilaku menyimpang LGBTQ,” tutupnya.[] Novita Ratnasari
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat