Dua Faktor Penyebab Pemberantasan Judi Online Tak Tuntas

Mediaumat.info – Makin meluasnya akses judi online, berikut upaya pemberantasannya yang juga terkesan tak kunjung tuntas, dinilai karena dua faktor penyebab yakni keimanan yang lemah dan penegakan hukum yang juga lemah.

Hal ini diungkapkan Pakar Fikih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi dalam Live Dialog: Indonesia Darurat Judi & Korupsi, Bukan Radikalisasi !! di kanal  YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Rabu (24/4/2024).

Artinya, betapa secara individu ada unsur kelemahan iman yang terjadi di kalangan umat Islam khususnya di Indonesia yang memiliki komposisi demografi penduduk mayoritas Muslim.

“Bisa jadi mereka itu sudah tahu bahwa judi itu hukumnya haram, tapi karena godaan-godaan duniawi atau mungkin karena problem-problem sesaat, enggak punya uang, ingin mudah (memperolehnya), dsb., akhirnya keimanannya itu melemah, sehingga akhirnya terjerumus ke dalam perjudian,” urainya.

Padahal sudah sangat jelas seruan tentang larangan judi termaktub dalam QS al-Maidah: 90, yang artinya: ‘Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan’.

Untuk dipahami, sambung Kiai Shiddiq, di awal kalimat Allah SWT menegaskan dengan seruan iman. “Seruan ini disampaikan oleh Allah, ini kepada orang-orang yang beriman,” tandasnya.

Dengan demikian, tidaklah mungkin Islam memberikan celah terutama bagi judi yang semula hukumnya haram menjadi suatu perbuatan dibolehkan. Artinya pula, bagi orang yang mengaku beriman, pasti mematuhi larangan berjudi ini.

Sedangkan penyebab kedua, yakni faktor penegakan hukum yang lemah, menurut Kiai Shiddiq, dikarenakan hukum yang diterapkan bukan syariat Islam.

Sekadar ditambahkan, Khalifah Usman bin Affan pernah menyampaikan bahwa sesungguhnya kekuasaan bisa mencegah masyarakat dari sesuatu yang tidak bisa dicegah oleh Al-Qur’an.

Maknanya, QS Al-Maidah: 90 hanyalah ditujukan bagi orang-orang yang beriman. Dengan kata lain, imbauan tersebut tidaklah cukup bagi yang belum beriman. Sehingga dibutuhkan institusi kekuasaan yang benar-benar mampu mencegah masyarakat terjerumus kepada kemaksiatan termasuk perjudian.

Itulah kekuasaan yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, yang menurut Kiai Shiddiq, di era saat ini belum ditemukan satu negara pun yang melakukan. Kalaupun ada, itu bukan kekuasaan Islam yang menerapkan Al-Qur’an secara kaffah.

Maka, Kiai Shiddiq pun menyebut para pemimpin dunia Islam saat ini cenderung memiliki dua dosa, yakni sudahlah tak menerapkan syariat Islam secara totalitas, hukum yang diterapkan saat ini pun lemah dalam hal penegakannya.

Sebagaimana diberitakan, berdasarkan data yang dirilis pada September 2023, Indonesia menjadi negara dengan pemain judi slot online paling banyak di seluruh dunia.

Bahkan sebagaimana pula dikatakan Menkominfo Budi Arie, total peredaran uang dari perjudian online di Indonesia mencapai Rp327 triliun selama tahun 2023. Tak ayal Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia tren judi online tahun lalu.

Demokrasi Legalkan Judi

“Sistem demokrasi itu memang memungkinkan terjadinya legalisasi judi,” tegasnya, sembari mengulas sosok Ali Sadikin, gubernur DKI Jakarta ke-9 yang memimpin selama sebelas tahun, terhitung dari 1966 hingga 1977. Selama masa jabatannya, dirinya terkenal dengan kebijakan-kebijakan yang progresif dan inovatif, bahkan kontroversial dalam mengatasi berbagai masalah di Jakarta.

Di antaranya, memanfaatkan perjudian sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Ia mengambil ‘kebijakan kontroversial’ itu sebagai solusi menutupi kekurangan dana dari APBD yang diwariskan gubernur sebelumnya.

Lantaran, APBD hanya berkisar Rp66 Juta. Tidak sebanding dengan laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta yang kian bertambah.

Bahkan ketika itu, Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML., selaku Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) selama dua dekade (1981-2000), mengatakan SDSB, semacam lotre kala itu, bukanlah bentuk perjudian, sebab tidak dilakukan secara berhadap-hadapan.

“Itu fatwa dari KH Ibrahim Hosen, LML. Dia ketua komisi fatwa dulu tahun 90-an. Ini kemudian diprotes. Ini kan menurut saya memprihatinkan,” sebut Kiai Shiddiq sembari membandingkan dengan sistem Islam yang sangat tegas mengharamkan perjudian apa pun bentuknya.

“Ini berbeda sekali dengan Islam yang ada nash Al-Qur’an yang tegas, yang qath’i (bermakna pasti) yang mengharamkan judi,” tegasnya, menyinggung kembali QS al-Maidah: 90.

Bahkan secara Amerika Serikat (AS), sebagaimana banyak pihak menyebut sebagai negara gembongnya demokrasi, sangat terkenal dengan Las Vegas, pusat perjudian dunia.

“Kenapa kok bisa legal? Ya memang itulah peluang, demokrasi itu memberikan peluang untuk itu,” tandasnya.

Merunut secara filosofis, Kiai Shiddiq menyampaikan bahwa akar demokrasi adalah sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, yang otomatis juga bakal menghasilkan pemisahan agama dari suatu kekuasaan.

“Mungkin antar negara-negara demokrasi itu mungkin ada perbedaan-perbedaan norma dalam judi misalnya, tetapi secara basis filosofis yang namanya sekularisme itu tetap ada peluang untuk legalisasi perjudian,” pungkasnya. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: