Dituntut Setahun Penjara, Ali Baharsyah Keberatan dan Ini yang akan Dilakukan
Mediaumat.news – Aktivis Islam dan aktivis kemanusiaan Ali Baharsyah melalui kuasa hukumnya mengajukan keberatan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntutnya setahun penjara dan denda Rp 50 juta/subsider empat bulan penjara.
“Kami keberatan dan akan mengajukan Nota Pembelaan pada hari Kamis, 1 Oktober 2020,” ujar Kuasa Hukum Ali Baharsyah, Chandra Purna Irawan kepada Mediaumat.news, usai mengikuti sidang tuntutan JPU terhadap kliennya, Senin (28/9/2020) di Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat.
Menurut Chandra, di dalam persidangan terungkap berdasarkan keterangan kliennya, video yang dibuat dilakukan secara spontan setelah membaca berita tentang penderitaan Muslim Uighur dan ditujukan sebagai ungkapan perasaan sedih atas penderitaan yang dialami Muslim Uighur.
Chandra menyebutkan video yang dibuat dengan motif dan tujuan dakwah serta tidak mengetahui akan akibat dan/atau tidak sadar maksud dan/atau tidak sadar kemungkinan. Video yang dibuat juga tidak dilakukan secara terencana atau tidak ada persiapan. Video yang dibuat dengan intonasi datar yang bersifat keluhan, ungkapan perasaan, kekecewaan atas perlakuan yang berbeda dan bersifat mempertanyakan.
“Maka atas dasar tersebut semestinya tidak dapat dinilai memenuhi unsur niat Pasal 28 ayat (2),” tegasnya.
Bukan Ujaran Kebencian
Sebelumnya, pada 5 Agustus 2020, JPU mendakwa Ali Baharsyah dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE terkait ujaran kebencian yang dilakukan di media sosial dengan barang bukti berupa rekaman video orasi pembelaan Ali Baharsyah terhadap Muslim Uighur yang dizalimi rezim negara Cina.
Kalimat yang terkena delik dalam video yang diunggah Ali di Facebooknya pada 2019 tersebut adalah, “… keturunan Cina kafir di Indonesia bebas beribadah, ada yang jadi pengusaha, pejabat… kondisi ini berbanding terbalik dengan umat Islam Uighur yang hidup di Xinjiang, mereka dipaksa melepaskan akidahnya, mereka dianiaya, disiksa…”
Menurut Chandra Purna Irawan, kuasa hukum Ali Baharsyah, pernyataan kliennya terkait frasa “Keturunan Cina kafir di Indonesia…” harus disimak secara keseluruhan dari isi video. Dan apabila dilihat tidak terdapat ujaran berupa ajakan atau provokasi untuk melakukan kejahatan terhadap etnis dan kata “kafir” bukanlah ujaran kebencian, melainkan istilah agama.
“Jangan sampai istilah agama dipermasalahkan karena dikhawatirkan berpotensi menistakan ajaran agama,” pungkas Ketua LBH Pelita Umat tersebut.[] Joko Prasetyo