Mediaumat.id – Ketertarikan masyarakat terhadap film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara II (JKDN 2) produksi Komunitas Literasi Islam JKDN, terus meningkat pasca penayangan perdananya awal pertengahan Oktober 2021 lalu.
Nonton ulang bareng, bedah film, hingga diskusi mengenai JKDN 2 banyak digelar di berbagai tempat di Indonesia. Berbagai kalangan mulai dari intelektual, penikmat film, santri, dan ulama mencoba mengulik fakta sejarah yang di sampaikan dalam karya dokumenter besutan sutradara Nicko Pandawa itu.
Seperti di Majelis Darul Wafa yang beralamat di Jalan Gerilya Banjarmasin Selatan, puluhan orang antusias ikuti bedah film dan diskusi JKDN 2, Minggu (31/10/2021) pagi.
Akademisi Universitas Lambung Mangkurat, Dr. Riduansyah Safari sebagai salah satu pembicara menilai film JKDN 2 sudah sesuai menggunakan bukti empirik.
“Mengacu dari sejarah, film dokumenter (JKDN 2) ini dibuat menggunakan metodologi ilmiah, dan bukti-bukti empirik tidak terbantahkan lagi,” ucap Riduansyah.
Ia melanjutkan film dokumenter ini baik untuk didiskusikan, terutama untuk membahas hakikat kemunculan dan keruntuhan khilafah Islamiyyah. Terutama hubungan antara kesultanan Islam di Nusantara dengan pusat pemerintahan Islam dunia di Turki Utsmani.
“Kita membahas hubungan khilafah dengan kesultanan di nusantara, ulama Nusantara dengan ulama dunia saat itu,” katanya.
Dosen FISIP ULM ini mengutip perkataan Imam Al Ghazali, ‘Antara agama dan negara (kekuasaan) adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan’.
“Makna bahwa agama tanpa kekuasaan, agama bisa hancur, sendi sendi umat Islam bisa hancur saat Islam tidak menjadi dasar kekuasaan,” ucapnya.
Jejak khilafah di Nusantara ada bersamaan dengan waktu masuknya Islam ke Nusantara. Dari segi perpolitikan, hal itu terlihat dari munculnya kesultanan-kesultanan Islam di berbagai daerah di Nusantara yang sebelumnya adalah kerajaan Hindu atau Budha.
Setelah masuk Islam, para raja yang kemudian disebut sultan itu kemudian di tetapkan gelarnya oleh kekhilafahan Utsmani.
Sekembalinya mereka ke Nusantara, para sultan tersebut kemudian mengurus rakyatnya menggunakan hukum syariat Islam.
“Dari sini kemudian para penguasa kembali ke negeri mereka mengurus hukum rakyatnya menggunakan hukum Qur’an dan Sunnah. Ini termaktup dari film JKDN ini,” papar Dosen Politik ULM itu.
Namun saat masuknya penjajah barat ke Nusantara untuk mengeruk kekayaan alam menggunakan semboyan Gold, Glory, dan Gospel, perlahan kesultanan Islam satu persatu tumbang.
“Kesultanan ini eksistensinya hilang pada 1903, Kesultanan Aceh yang terakhir. Di fase ini umat islam nusantara tidak punya pusat politik, hanya para ulama yang terus berjuang mengembalikan khilafah,” tuturnya.
Meski begitu perjuangan penegakan kembali khilafah yang dibubarkan pada tahun 1924 terus bergelora. Para ulama dari berbagai ormas di Nusantara yang tergabung dalam Komite Khilafat berangkat ke Mesir mengikuti Kongres Dunia Islam pada Mei 1926.
Namun sejalannya waktu dan derasnya pembungkaman perjuangan khilafah di berbagai negara, arah politik perjuangan umat Islam kemudian berubah. Umat Islam kian melemah karena ketiadaannya institusi politik yang melindungi umat Islam dan menerapkan syariat.
“Maka politik dalam Islam memiliki pengaruh dan politik yang besar, karena dalam politik hukum Islam menjadi tegak. Hukum Qur’an dan Sunnah diterapkan. Imam itu laksana perisai, umat Islam berada di belakangnya dan merasa aman,” tegasnya.
Namun menurut Riduansyah, perjuangan mengembalikan kehidupan Islam dengan penerapan total syariat Islam dalam bingkai khilafah tidak pernah mati. Banyak para pejuang dakwah Islam kaffah yang terus bergerak istiqamah meskipun banyak ringtangan dan gangguan yang dihadapi mereka.
“Ini (khilafah) yang ingin dikembalikan lagi oleh umat Islam saat ini. Sepeti Hizbut Tahrir yang di cabut BHP pada tahun 2017 nya oleh pemerintah dan gerakan Islam lainnya. Ini gambaran umat muslimin ingin kembali kepada konsep pemerintahan ajaran Rasulullah, dan berdasarkan Al Qur’an d Sunnah,” katanya.
Konsep khilafah merupakan warisan Rasulullah, hanya dengan khilafahlah, umat Islam bisa kembali bangkit dan menjalankan seluruh kewajibannya. Para penjajah barat terus berusaha menjauhkan umat Islam dari Islam, makanya mereka berusaha keras membendung gerakan perjuangan syariah dan khilafah itu.
“Ini yang di yakini oleh penjajahan barat bahwa umat Islam tidak bisa dikalahkan jika masih menerapkan syariat Islam,” ucap Doktor Riduansyah.
Selain pemaparan oleh Ridwansyah Safari, acara diskusi juga dihadiri sejarahwan Banjar, Ahmad Barjie yang juga merupakan salah satu narasumber dalam JKDN 2. Dan Guru Wahyudi Ibnu Yusuf dari Majelis Darul Ma’arif. [akb]