Direktur Pamong Institute: Putusan MK tentang Pilkada Bernuansa Politik

Mediaumat.info – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menilai dua putusan MK yaitu putusan Nomor 60 dan 70 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang baru saja dikeluarkan pada tanggal 20 Agustus 2024 sangat kental nuansa politik.

“Dua hari lalu kan MK mengeluarkan dua putusan langsung yaitu putusan Nomor 60 dan 70 tentang persyaratan-persyaratan dalam pilkada. Ini adalah peristiwa hukum tapi bobot peristiwanya lebih kental bernuansa politik,” ulasnya dalam Catatan Peradaban: Membaca Pertarungan Pasca Putusan MK Tentang Pilkada, Kamis (22/8/2-24) di kanal YouTube Peradaban Islam ID.

Wahyudi menguraikan alasan kenapa bobot peristiwanya sangat politis karena menyangkut dengan persyaratan-persyaratan pilkada yang akan melibatkan 545 daerah mulai dari level kabupaten, provinsi, bahkan nasional.

“Bisa dibayangkan pertarungan politik dalam pilkada akan begitu kencang terutama terkait syarat partai yang bisa mencalonkan dan usia calon yang boleh mendaftar. Dua syarat ini akan berpengaruh besar terhadap strategi partai-partai yang ingin mengusung calon-calonnya,” bebernya.

Dari dua syarat pilkada dalam putusan MK, Wahyudi menyorot lebih dalam terkait syarat usia calon peserta pilkada pada saat mendaftar adalah di atas 30 tahun menjadi syarat yang cukup berdampak besar karena berhubungan dengan pencalonan Kaesang Pangarep yang merupakan anak presiden saat ini.

“Sebelumnya kan fatwa MA menyatakan sebelum usia 30 tahun boleh mendaftar tetapi saat pelantikan harus sudah berusia 30 tahun. Celakanya, persoalan usia ini dipatok ulang oleh MK dengan putusan tetap harus 30 tahun saat mendaftar. Inilah yang akan membuat persoalan menjadi serius dan tentu protes dari pihak pengusung Kaesang,” ungkapnya.

Menurutnya, MK adalah lembaga penguji apakah suatu produk undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak. MK, lanjutnya, tidak punya kewenangan untuk menafsirkan dan memberikan norma baru.

“Karena hal tersebut, orang-orang DPR yang merasa berhak membuat hukum dan norma akan mengambil alih sebagai lembaga legislatif. Apalagi ada kepentingan koalisi nasional yang terganggu dengan keputusan MK ini ya pasti mereka akan menentangnya,” paparnya.

Kisruh antar lembaga negara ini, menurutnya, karena mengganggu kepentingan politik koalisi penguasa saat ini.

“Saya katakan bahwa DPR sebagai lembaga legislatif yang mempunyai kewenangan membuat undang-undang bahkan jauh lebih tinggi kewenangannya dibanding Tuhan. Hukum Tuhan pun tidak boleh berlaku di negeri sekuler ini jika belum diizinkan mereka. Semua produk hukum mengikuti kemauan penguasa,” tutupnya. [] Erlina

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: