Direktur Pamong Institute: Pemerintah Tidak Siap Jalankan Tugasnya
Mediaumat.id – Terkait kontroversi Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terutama pasal penghinaan yang dimunculkan kembali padahal sudah dibatalkan MA, Direktur Eksekutif Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menyatakan pemerintah tidak siap dalam menjalankan tugasnya.
“Bahwa ini menunjukkan pemerintah tidak siap dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, sebagai pemerintahan dalam menjalankan kewajiban dan amanah untuk melaksanakan perlindungan rakyat, melindunginya, melayaninya kemudian menyejahterakan,” ujarnya dalam acara Mukmin Talk: RKUHP, Pintu Rezim Makin Zalim? di kanal YouTube Mukmin TV, Ahad (24/7/2022).
Wahyudi mempertanyakan, ada niat motif apa dan ada niat jahat apa dibalik munculnya kembali pasal penghinaan yang telah dibatalkan oleh MA, tapi di RKUHP malah dimunculkan kembali.
Ia melihat, yang berkepentingan pasal penghinaan itu dimunculkan kembali adalah mereka yang takut kekuasaannya terguncang atau tidak mampu dalam memimpin dan menjalankan tugas-tugasnya sehingga takut dikritik.
Menurut Wahyudi, negara hadir tidak lain untuk melindungi, melayani dan menyejahterakan rakyatnya. Jadi apabila rakyat kurang sejahtera atau kurang terlayani, maka rakyat punya hak untuk memberitahu negara dengan apa yang biasa disebut kritik. Sebab dalam sistem demokrasi mengkritik adalah hak untuk menyampaikan, meskipun dalam sistem Islam mengkritik adalah menjadi kewajiban agar kepemimpinan berjalan baik dan pelayanan kepada rakyat bisa maksimal.
“Jadi agak berbeda ya, dalam sistem demokrasi atau sekuler itu orang bicara mengkritik penguasa atau pemerintah itu dianggap sebagai suatu hak. Tetapi dalam konteks pandangan Islam, mengkritik pemimpin itu bukan hak tapi suatu kewajiban,” ucapnya.
Wahyudi menilai, kalau RKUHP ini memasukkan pasal yang menghalangi atau mengurangi hak rakyat untuk melakukan kritik, berarti ada ketidaksiapan pemerintah untuk melayani rakyat dengan baik. Sebab, kata Wahyudi, namanya orang melayani, apapun yang dikoreksi oleh orang yang dilayani seharusnya mendengarkan.
“Baru dikritik saja sudah tidak siap, bagaimana mau melayani yang lain,” pungkas Wahyudi.[] Agung Sumartono