Mediaumat.id – Berbicara tentang Badan Riset dan Innovasi Nasional (BRIN) dan Pendidikan Tinggi di Indonesia, Direktur Institute of Islamic Analysis and Development (INQIYAD) Dr. Fahmi Lukman meminta aspek pengembangan mutu universitas dan aspek daya inovasi dikembalikan kepada ahlinya.
“Oleh karena itu maka kembalikan aspek terkait dengan pengembangan mutu universitas, proses research yang terdapat di dalamnya, pendidikan yang terdapat di dalam konteks memproses generasi dalam pembelajaran tersebut kepada ahlinya,” ujarnya dalam acara Live FGD #23 FDMPB: BRIN dan Masa Depan Riset di Indonesia, Sabtu (23/10/2021) di kanal YouTube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa.
“Dan juga kembalikan aspek yang terkait dengan daya inovasi yang ada di dalam sebuah reseach itu pada ahlinya,” sambung Fahmi.
Fahmi menilai, membangun kehidupan sebuah bangsa atau sebuah negara itu tidak bisa dilepaskan dari pembangunan sumber daya manusianya secara keseluruhan. Salah satunya adalah dengan terwujudnya sebuah proses pendidikan tinggi yang memiliki kemampuan penguasaan ilmu teknologi serta juga melakukan inovasi.
Menurut Fahmi, BRIN dan pendidikan tinggi yang di dalamnya ada universitas adalah aset nasional yang sangat penting dan strategis. Sehingga pemerintah harus melihatnya sebagai sumber pengetahuan baru dan pemikiran yang inovatif, penyedia tenaga terampil yang kredensial dan kredibel, kontributor inovasi, penarik investasi bisnis, serta penyeimbang vitalitas sosial budaya. Oleh karena itu, BRIN dengan sumber daya yang ada di dalamnya menjadi aspek penting bagi Indonesia.
Tapi, kata Fahmi, masalahnya sekarang adalah siapa yang akan memimpin BRIN tersebut, sebab pemimpun BRIN akan memimpin research, memimpin daya inovasi bangsa ini menjadi lebih berkualitas tinggi sehingga bisa bersaing dengan negara lain. Termasuk juga siapa yang akan memimpin dunia pendidikan tinggi di Indonesia yang saat ini masuk era world class university.
Sehingga Fahmi menilai, siapa pun yang memimpin BRIN kalau memiliki visioner ke depan jelas, maka Indonesia akan mendapatkan kemajuan. “Tetapi ketika aspek BRIN ini hanya menjadi alat policy atau alat aspek status dan bermacam hal yang kepentingannya sangat pragmatis, maka ia mengkhawatirkan Indonesia bukan menjadi tinggal landas untuk mencapai Indonesia emas 2045, tapi justru jadi tinggal di landasan dan tidak akan pernah mendapatkan kemajuan sebagaimana yang dicita-citakan,” pungkas Fahmi.[] Agung Sumartono