Mediaumat.id – Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengungkap bahaya oligarki, asing dan aseng dalam rencana pemindahan ibu kota negara (IKN).
“Ada beberapa bahaya yang saya baca akan muncul ketika peran oligarki, peran aseng dan aseng ini berjalan” paparnya dalam Spesial Interview: Benarkah Oligarki Mengendalikan Perpindahan IKN? Jumat (21/1/2022) di kanal YouTube Rayah TV.
Pertama, bahaya yang ada di depan mata yakni peluang pengaliran anggaran negara masuk ke kalangan oligarki. “Peluang-peluang mark-up tanah, peluang-peluang untuk tender aset-aset di Jakarta dengan tertutup misalnya nanti, itu sangat mungkin terjadi sebagai bagian dari tukar guling,” ujarnya.
Kedua, muncul konflik lahan terutama dengan masyarakat setempat yang telah berada di lokasi itu cukup lama. “Cuma mereka sekarang terhalang oleh problem yang disebut menduduki kawasan hutan. Dan pihak yang menduduki kawasan hutan secara ilegal itu bisa kena kasus hukum,” terangnya.
“Tidak jauh dari situ terlebih di Kalimantan Timur juga barusan ada satu kasus yang menyisakan PR panjang untuk satu desa tertentu yang masyarakat sudah ada di situ lama. Cuma ada aturan baru yang menyebabkan mereka yang ada dalam konsesi wilayah tertentu, itu ilegal dan ketika dia memanfaatkan lahan tersebut bisa kena hukum,” tambahnya.
Ketiga, peluang terselubung terkait dengan kewajiban reklamasi lubang tambang yang bisa diputihkan sangat mungkin. “Pemutihan pertama, menurut saya, sudah ada dalam Undang-Undang Minerba. Dalam UU Minerba yang lama dikatakan, setiap kali perusahaan tambang melakukan penambangan hanya menyisakan satu lubang, artinya buka tutup, yang akhirnya pasca tambang itu sisanya satu lubang,” jelasnya.
“Nah, di UU Minerba yang baru, tutup lubang bisa juga diganti dengan danau atau membuat objek wisata di tempat-tempat tersebut. Ada 94 lubang tambang. Kalau ini mau diputihkan, ini menjadi bagian dari konsesi bisnis dengan oligarki tadi,” imbuhnya.
Keempat, yang sangat mengkhawatirkan itu mark-up proyek. Begitu ada pembangunan-pembangunan ibu kota yang baru butuh konstruksi, jalan dan sebagainya. Yang dikhawatirkan anggaran itu meningkat.
“Anggaran yang tadinya dipatok 466 triliun itu bisa meningkat dua kali lipat. Info terbaru, anggaran meningkat karena banyak faktor yang belum ter-back up plus mark-up proyek itu nantinya bisa mencapai 1400 triliun. Dari 400 menjadi 1400. Ini kan dahsyat sekali. Ini yang saya baca di proyek oligarki, asing dan aseng,” bebernya.
Kelima, ini yang bahaya sekali di aspek kedaulatan. Di aspek kedaulatan ini banyak faktor yang muncul. Yang belum mendapat perhatian dari banyak kalangan itu terkait dengan posisi geostrategis dan geopolitik wilayah Kalimantan Timur.
“Kita tahu wilayah Kalimantan Timur itu berdekatan dengan wilayah konflik. Yaitu Laut Cina Selatan atau Laut Natuna Utara. Sehingga kalau pengen mendekat pada ibu kota baru itu tinggal intercept (memintas) dua jam saja dari Laut Cina Selatan masuk ke tempat itu. Cepat sekali bisa dilakukan. Nah, kalau masih di Jakarta peluang itu kecil sekali. Sulit mereka untuk bisa meng-intercept ibu kota negara dengan cepat. Dan ini akhirnya menjadi isu kedaulatan dan isu keamanan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun