Mediaumat.news – Perihal ditangkapnya pemilik Pasar Muamalah di Depok karena ada transaksi dinar dan dirham, Direktur Elsad Muhammad Ismail menilai mestinya e-toll dan transaksi dolar juga ikut dipersangkakan.
“Di era kekinian kita dapati adanya e-toll yakni kita dikasih satu kartu yang digunakan sebagai e-money untuk membayar setiap kita masuk tol. Dan itu di seluruh Indonesia. Tentu, kalau ini (dinar dirham) dipersangkakan sebagaimana pasal yang dipersangkakan oleh Bareskim Polri ke Zaim Saidi, mestinya ini juga akan kena, termasuk beberapa transaksi yang dilakukan oleh turis di Bali yang menggunakan dolar,” ujarnya dalam acara Kabar Malam, Senin (08/02/2021) di kanal YouTube News Khilafah Channel.
Menurutnya, transaksi tersebut juga bertentangan dengan Pasal 33 UU nomor 7 tahun 2011 juga. “Tapi, apa yang kita lihat sekarang ini semua tidak dipersangkakan,” ujarnya.
Ismail heran kenapa ketika yang muncul itu bernuansa Islam dan berasal dari ajaran Islam begitu sigapnya diproses dan langsung dijadikan tersangka. “Ini yang kita lihat. Kita sampaikan pada pihak yang berwenang untuk meninjau kembali karena ini tidak layak untuk dipersangkakan pada Zaim Saidi,” tandasnya.
Ia melihat saat ini banyak transaksi yang tidak menggunakan rupiah sebagai alat tukar. Kemudian menciptakan suatu benda yang difungsikan sebagai alat pembayaran misalnya gopay, e-toll, ovo dan seterusnya. “Ada juga di satu restoran cepat saji yang menciptakan suatu koin yang bisa ditukar oleh pemilik koin dengan menu makanan di setiap outlet di 50 negara. Ini semua adalah sebuah fenomena yang ada saat ini dan itu sangat memungkinkan terjadi,” bebernya.
Selain itu, ia menilai apa yang dilakukan oleh Pasar Muamalah itu juga tidak kemudian serta merta mencetak koin emas dan perak langsung menjadi alat tukar. Tetapi koin itu harus dibeli dulu menggunakan rupiah seperti pada e-toll, ada deposit dulu. Baru koin itu bisa dipertukarkan dalam perdagangan di Pasar Muamalah. “Kalau ini yang terjadi maka tidak heran jika umat Islam memiliki persepsi ada nuansa politik di situ,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it