Mediaumat.id – Analis Senior dari Pusat Pengkajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan mengatakan dinamika politik di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pertarungan tiga ideologi.
“Dinamika politik di Indonesia hari ini tidak bisa dilepaskan dari adanya konteks pertarungan tiga ideologi. Kontestasi antara ideologi sosialisme komunisme atau neo komunisme; ideologi kapitalisme yang saat ini mencengkram Indonesia dengan begitu eratnya; dan ada ideologi Islam yang sekarang ini menemukan momentum untuk menaikkan kembali pamornya, bertarung dengan dua ideologi tersebut,” ungkapnya dalam acara Perspektif PKAD: Mewaspadai Kebangkitan Neo Komunisme dan Rekayasa Terorisme dan Radikalisme? melalui kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Jumat (30/9/2022).
Menurut Fajar, Indonesia menjadi land of war (medan pertempuran) bagi ideologi-ideologi tadi. “Sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, umat Islam di Indonesia mempunyai keyakinan kuat terhadap nilai-nilai ajaran Islam. Di sisi lain cengkeraman kapitalisme yang dirasakan sejak orde Baru hingga orde Reformasi membuat komunisme juga tidak ingin kehilangan peran. Di situlah dinamika itu terjadi,” tegas Fajar.
Fajar mengatakan, terjadinya proses kebangkitan komunisme di Indonesia ditandai misalnya, Jokowi menjalin kerja sama dengan Republik Rakyat Cina melalui skema investasi, melalui kerjasa people to people bahkan kerja sama partai-partai politik seperti PDI Perjuangan, Golkar dengan PKC (Partai Komunis Cina).
“Ini tidak berdiri sendiri, ini sebuah desain besar Cina. Meski paradigma ekonomi Cina itu menggunakan paradigma liberalisasi atau kapitalisme liberal tapi secara politik memegang teguh ideologi komunisme,” tandas Fajar.
Diakui atau tidak, sambungnya, Indonesia telah masuk ke dalam skenario yang disiapkan oleh Cina yaitu kalau Indonesia ingin menjalin kerja sama dengan Cina mau tidak mau harus ikut aturan main yang dibuat Cina.
“Program-program yang bisa meningkatkan persamaan nilai-nilai antara pemerintah Indonesia dengan Cina, kemudian antara partai-partai politik di Indonesia dengan Partai Komunis Cina, antara rakyat Indonesia dengan rakyat Cina itu kan terus digalakkan,” bebernya.
Fajar lalu memberikan contoh fakta-faktanya, Cina menyediakan banyak sekali beasiswa atau pertukaran pelajar, kunjungan tokoh ke Cina. “Ini adalah wadah people to people untuk membangun sebuah perspektif terhadap Cina,” sebutnya.
Fajar mengatakan, dengan kunjungan itu Cina ingin mengatakan ‘Walaupun kami komunis tapi Anda bisa melihat kami maju’. Pesan yang ingin disampaikan adalah jangan takut dengan ideologi komunisme karena tidak menghambat menjadi negara maju. “Ini yang saya kira sedang betul-betul digarap oleh negara Cina,” tukasnya.
Membuka Jalan
Fajar menilai, di dalam negeri juga ada proses membuka jalan bangkitnya kembali partai komunis atau setidaknya nilai-nilai komunis itu juga sangat nyata.
“Contohnya, Presiden mengeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat masa lalu. Banyak pihak menduga dalam kepres ini ada sinyal jalan lempang yang ditujukan untuk merehabilitasi PKI masa lalu atas berbagai kejahatan kemanusiaan yang luar biasa,” ungkapnya.
Kerangka berikutnya, imbuh Fajar, keluarga-keluarga eks PKI akan dibuatkan SKKPH (Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM). “Kalau keluarga-keluarga eks PKI mendapatkan itu maka langkah berikutnya yang kita khawatirkan adalah membalik paradigma. Yang selama ini publik tahu bahwa PKI itu pelaku pelanggaran HAM berat, dengan terstruktur dan terencana di balik paradigmanya bahwa kami adalah korban pelanggaran HAM, sehingga PKI bukan menjadi pelaku tapi menjadi korban,” urai Fajar.
Oleh karena itu, Fajar menekankan bahwa ini harus betul-betul diwaspadai, karena pelaku pelanggarannya bisa saja kalau konteks masa lalu ditujukan kepada TNI, kemudian umat Islam yang sangat getol membendung berbagai pengaruh gerakan PKI pada waktu itu.
“Ini semakin memperkuat dugaan banyak orang bahwa memang rezim hari ini itu pelan tapi pasti kok sepertinya memang membuka jalan lempang bagi setidaknya kebangkitan ideologi komunisme di Indonesia,” duganya.
Dugaan itu, kata Fajar, didukung berbagai sinyalemen yang terjadi di dalam negeri maupun dalam konteks hubungan RI dengan Tiongkok baik people to people, kerja sama partai-partai politik dengan PKC maupun goverment to goverment.
“Tidak bisa disalahkan kalau sebagian besar tokoh umat itu khawatir bahwa rezim ini kalau tidak diingatkan akan kebablasan membuka jalan lebar buat kebangkitan komunisme,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun