Din Syamsuddin: Memecat Dosen HTI, Negara Bisa Rugi
Pemerintah perlu mengedepankan dialog menangani dosen dalam keterlibatannya di organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Jika penindakan melampaui batas, negara bisa rugi karena sebagian besar dosen tersebut memiliki otak cemerlang yang sangat dibutuhkan bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.
Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan jika pemerintah ingin menerapkan Perpu Ormas, jangan sampai mengarah ke eksesif atau tindakan melampui batas. Namun, menurut Din, ada indikasi penindakan yang dilakukan pemerintah mengarah ke eksesif dengan memecat dosen dan PNS.
“Tindakan ini kan sudah eksesif dan berbahaya karena bisa dipakai secara subjektif oleh pemerintah. Apalagi tafsir Pancasila itu dimonopoli tafsir tunggalnya. Jadi sebagai suatu refleksi kita cinta tanah air ini, saya termasuk yang membela pemerintah harus selesai sampai 2019. Tetapi bukan berarti kita tidak kritis terhadap kebijakan yang tidak bijak,” terangnya saat di Kampus UMY, Ringroad Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Kamis (27/7/2017).
Menyarankan untuk mundur, kata dia, merupakan kebijakan yang tidak tepat. Karena menyangkut berbagai aspek, termasuk kebebasan individu, sekaligus hak hidup, ekonomi hingga pengabdian kepada bangsa. Jika kebijakan itu diterapkan oleh Menristekdikti itu kebijakan yang tidak bijak dan itu bukan solusi. Kalau pemecatan atau meminta mengundurkan diri itu terjadi, justru yang rugi negara dan pemerintah.
Menurutnya, pemerintah harus melihat, dosen tersebut sebagian besar memiliki keilmuan yang bisa diandalkan sesuai bidang. Mereka masih sangat dibutuhkan untuk membangun keilmuan di perguruan tinggi. Semisal dipecat, bisa saja mereka mencari pekerjaan lain, atau bahkan direkrut pihak luar negerti seperti yang sering terjadi selama ini. Din menegaskan, para menteri dan pejabat negara perlu mencermati hal itu.
“Mungkin sekian banyak otak-otak cemerlang terpaksa harus berhenti mereka bisa mencari pekerjaan lain, bahkan bisa ke luar negeri, seperti yang sering terjadi. Itu yang harus menjadi pemahaman para pejabat, menteri. Jangan hanya dengan nafsu subjektivitas. Mentang-mentang berkuasa. Kekuasaan itu tidak langgeng,” jelasnya.
Oleh karena itu, Din menyarankan pemerintah mengedepankan jalur dialog dengan merangkul dosen-dosen tersebut.
“Pesan kami jangan terjebak pada perilaku seperti itu, rugi bangsa ini. Katakanlah ada puluhan otak-otak cemerlang di universitas terkemuka, yang bersetuju dengan HTI (kalau diminta mundur) rugi bangsa. Kebijakan tidak bijak jangan dilanjutkan,” tegasnya.[]harianjogja.com