Oleh: Ainun Dawaun Nufus (pengamat sospol)
Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB (IOM) menemukan anak-anak pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar dipaksa bekerja untuk mendapatkan uang di Bangladesh. Tak jarang anak-anak ini mengalami pemukulan dan penganiayaan.
Laporan independen oleh Reuters, dilansir Senin (13/11), menguatkan beberapa temuan tersebut. Hasil penyelidikan IOM menyebut adanya eksploitasi dan perdagangan di kamp-kamp pengungsi Bangladesh. Laporan tersebut juga mendokumentasikan laporan tentang gadis-gadis Rohingya berumur 11 tahun yang menikah. Sekitar 450 ribu anak-anak atau 55 persen dari populasi pengungsi tinggal di permukiman kumuh dekat perbatasan dengan Myanmar setelah melarikan diri dari penghancuran desa-desa dan dugaan pembunuhan, penjarahan dan pemerkosaan oleh pasukan keamanan dan warga Buddha. (http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/17/11/13/ozc9y0366-eksploitasi-anak-di-kamp-pengungsi-rohingya)
Catatan
Apakah demokrasi tuli terhadap teriakan orang-orang tertindas karena tidak peduli dengan Islam atau Muslim? Apakah demokrasi Myanmar pernah melindungi hak-hak muslim Rohingya atau penguasa lain di negara Muslim mampu melindungi muslim Rohingya?
Kita prihatin saat mendengar kabar tentara di Bangladesh yang dapat melihat dan mendengar jeritan kaum Muslim Rohingya di seberang perbatasan, namun mereka tetap berada di posisi mereka dan mendorong kapal pengungsi kembali terapung-apung serta belum berbuat untuk sesama Muslim yang menderita.
Hati kami pedih. Rohingya hingga detik ini adalah warga negara tanpa negara. Apakah para pemimpin di negara-negara Muslim, yang dipilih melalui sistem demokrasi, hanya mampu mengemis untuk bantuan tanpa harapan dari PBB, yang menawarkan bantuan kemanusiaan ke kamp-kamp pengungsi, karena banyak di antaranya tidak dapat dipecahkan masalah secara permanen?
Inilah malapetaka sejak tragedi runtuhnya khilafah 3 maret 1924 masehi. Dan yang kedua dari malapetaka ini adalah bahwa kolonialisme bercokol, dan mereka menjarah kekayaan kaum Muslimin, dan mereka merobek negara-negara Muslim, dan menetapkan masing-masing agen untuk mengurus kepentingan mereka.
Padahal dalam hukum Islam mengajarkan untuk menyelamatkan kehidupan, harta benda, kesucian dan tanah kita di seluruh dunia. Bahkan dalam periode paling lemah pemerintahan Islam, kaum Muslim masih kuat dan menang atas musuh mereka. Sekarang kaum Muslim di setiap bagian negara mereka memiliki Palestina lain, dengan luka berdarah tidak lebih dari Palestina, di Kashmir, Burma, Bosnia dan Herzegovina, Kosovo, Afghanistan, Pattani (di zaman modern Thailand), Irak, Chechnya, Krimea , Kaukasus, Turkestan Timur, Sudan, Somalia dan banyak negara Muslim lainnya yang berdarah.
Kita diperintahkan untuk memerintahkan ma’ruf dan melarang munkar, jadi selama kita memiliki suara dan udara di paru-paru kita, kita seharusnya mengangkat suara kita untuk prihatin terhadap sikap lamban para penguasa muslim dan tidak mampu memobilisasi kekuatannya untuk menyelamatkan saudara kita yang tertindas dan kita seharusnya tidak beristirahat sampai keadilan hakiki tegak. Jika tidak, apa yang akan kita katakan kepada Allah Swt? Kita tidak bisa berdiri hanya sekedar menjadi pengamat yang diam.[]