Dimana Keadilan Itu?

 Dimana Keadilan Itu?

Oleh: Boedihardjo, S.H.I. (Praktisi Hukum)

Banyak pengamat mengatakan cara konkret menangkal ekstremisme dan radikalisme adalah dengan pemerintah memberikan keadilan. Hipotesis yang berkembang menyatakan selama keadilan belum sepenuhnya dirasakan masyarakat, selama itu pula akan muncul gerakan-gerakan perlawanan.

Nampaknya hipotesis tersebut memberikan jawaban jika melihat kegaduhan dan gejolak di negeri Indonesia akhir-akhir ini. Karena rakyat dipertontonkan dengan indikasi-indikasi kuat yang mengarahkan stigma bahwa pemerintah berikut perangkat-perangkat di bawahnya tidak bersikap adil.

Hal tersebut tidak berkorelasi dengan keinginan rakyat untuk memperoleh dan merasakan keadilan di negeri ini. Meski pemerintah memberikan argumentasi-argumentasi melalui instrumen, seperti media-media mainstream mereka. Namun rakyat semakin cerdas dan kritis melihat segala persoalan.

Rakyat sudah tidak sepenuhnya lagi melihat media-media mainstream sebagai satu-satunya alat dalam mengambil sikap. Dengan mudah mereka dapat mengakses segala hal, yang sangat mungkin jika bertentangan dengan narasi argumen yang pemerintah bangun. Rakyat tidak tidur.

Lagi-lagi rakyat harus bersikap tegas dan berani mengatakan kemana keadilan harus didapatkan. Setelah pemerintah belum benar-benar memenuhi rasa keadilan kepada rakyatnya. Ditambah dengan dagelan-dagelan oknum perangkat negara yang menciderai rasa keadilan.

Lihatlah, bagaimana proses-proses hukum kepada mereka yang dekat dengan rezim. Perlakuan istimewa, pelayanan kelas atas serta dalih pembelaan yang begitu kentara. Tengoklah perlakuan terhadap aksi-aksi yang membela terpidana penista agama. Sangat bertolak belakang dengan gelombang aksi menuntut keadilan supremasi hukum. Sangat ironi.

Terlebih, kepanikan rezim sepertinya sudah pada level yang akut. Pemerintah rasanya lebay dalam menyikapi daya kritis elemen masyarakat. Ada dugaan kuat jika pemerintah berupaya menutupi ketidakmampuan dalam memberikan keadilan dengan membangun argumentasi lain.

Seakan argumentasi yang pemerintah bangun adalah wujud kepahlawanan dari pemerintah. Adanya wacana anti kebhinekaan, anti Pancasila, intoleran dan lainnya kembali menjadi isu hangat rezim ini untuk menutupi kekurangan dengan menyasar kekuatan yang kritis terhadap pemerintah.

Sehingga jika ada upaya dari rezim untuk membungkam kekuatan kritis dari elemen masyarakat, dengan mewacanakan pembubaran ormas-ormas kritis. Rakyat akan kembali bertanya, ada apa dengan pemerintah saat ini?

Apakah pemerintah ingin kembali ke zaman otoritarian dan begitu represif kepada lawan-lawan dari kepentingan politiknya? Maka jika hal tersebut terjadi, kemana lagi rakyat harus mencari keadilan. Sebab hadirnya kekuatan-kekuatan kritis menjadi wadah dan harapan masyarakat memperjuangkan keadilan untuk mereka.

Jangan sampai pemerintahan ini dikendalikan oleh rezim yang anti kritik padahal mereka belum berbuat untuk keadilan rakyatnya. Tentu semua tidak menginginkan rezim pemerintahan yang berjalan mendapat stigma rezim panik, takut, represif, otoriter, kebal kritik dan sebagainya. Oleh karena itu, berbuat adillah.[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *