Mediaumat.id – Pernyataan tentang terbukanya gereja Katolik bagi kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), dinilai sebagai bentuk dilematis seorang Paus Fransiskus di tengah kasus penyimpangan seksual yang melibatkan para tokoh agama Katolik.
“Dilematisnya apa? Karena banyak kasus-kasus kaitan dengan penyimpangan seksual yang dilakukan oleh tokoh-tokoh mereka sendiri,” ujar Kristolog Ustadz Abu Deedat Syihabbuddin kepada Mediaumat.id, Sabtu (19/8/2023).
Seperti diberitakan, komentar bahwa gereja Katolik terbuka untuk semua orang, termasuk komunitas LGBT disampaikan paus berusia 86 tahun itu kepada wartawan di pesawat yang kembali ke Roma dari Portugal (6/8).
Itulah mengapa, kata Abu Deedat lebih lanjut, Paus Benediktus XVI misalnya, mengundurkan diri pada 28 Februari 2013. Hal ini dikarenakan kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi di bawah pengawasannya ketika menjabat sebagai Uskup Agung di Munchen, Jerman.
“Saya hanya bisa mengungkapkan kepada semua korban pelecehan seksual rasa malu saya yang mendalam, kesedihan saya yang mendalam dan dengan tulus memohon pengampunan,” tulis Benediktus XVI, yang nama aslinya Joseph Ratzinger, dalam sebuah surat yang dirilis oleh Vatikan hari Selasa, 8 Februari 2022 lalu.
Langgar Perintah Tuhan?
Paus Fransiskus pun ia nilai telah melanggar perintah Tuhannya sendiri, apabila pernyataannya itu bermakna melegalkan perkawinan sesama jenis.
“Kalau misalnya terbukanya dalam artian melegalkan kawin sejenis, jelas itu termasuk perbuatan yang keji yang melanggar terhadap perintah Tuhannya sendiri,” ungkapnya, seraya menukil keterangan di Bibel Perjanjian Lama, tepatnya Kitab Imamat Pasal 18 ayat 22 yang berbunyi:
‘Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.’
“Jadi Tuhan sudah jelas melarang persetubuhan laki-laki dengan laki-laki. Demikian juga perempuan dengan perempuan atau yang dikenal dengan kaum lesbian,” ucap Abu Deedat menjelaskan.
Masih di kitab Imamat, lanjutnya, Pasal 30 ayat 13 bahkan menjelaskan tentang sanksi bagi pelaku penyimpangan seksual dimaksud.
“Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang yang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri,” demikian bunyi pasal tersebut.
“Larangan untuk hubungan seksual sesama jenis, sesama laki-laki maupun sesama perempuan, itu jelas larangannya, dan sanksinya ada,” tandasnya.
Liberalisasi
“Selain dilematis di internal itu, tentang adanya gerakan liberalisasi di mana negara-negara Barat itu terutama Amerika kan ada mengusung tentang gerakan liberal,” tambahnya, masih seputar penilaian faktor penyebab gereja Katolik membuka pintu bagi kaum LGBT.
Ditambah perihal pihak Vatikan yang kata Abu Deedat, di tahun 2015 lalu, tak mampu menghentikan upaya pemerintah Irlandia, yang membolehkan bahkan melegalkan perkawinan sesama jenis.
Sekadar diketahui, Irlandia adalah negara dengan mayoritas penduduk Katolik pertama di dunia yang melegalkan pernikahan sesama jenis melalui referendum. Hasil referendum kala itu menunjukkan 62% suara mendukung perubahan konstitusi untuk memungkinkan pasangan gay dan lesbian menikah di negeri itu.
Lebih jauh, komunitas gay di Amerika Serikat (AS), pemeran terbesar dalam konsep hegemoni di dunia saat ini, termasuk liberalisme di dalamnya, merayakan kemenangan bersejarahnya setelah Mahkamah Agung memberikan hak bagi pasangan sesama jenis untuk bisa menikah di Negeri Paman Sam tersebut.
Dengan keluarnya jaminan konstitusi tersebut, maka AS menjadi negara ke-21 yang melegalkan pernikahan sesama jenis di seluruh atau 50 negara bagiannya.
Menanti Ketegasan
Di saat yang sama, ia pun menarik permasalahan ini ke dalam konteks Indonesia. Yakni pemahaman liberal yang justru bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.
Sehingga, kata Abu Deedat, sudah seharusnya pemerintah negeri ini bersikap tegas, melarang bahkan menghukum pelaku penyimpangan seksual.
Karenanya, ia menyinggung pemerintah Rusia yang notabene komunis, justru baru-baru ini telah mengeluarkan undang-undang yang melarang bahkan menghukum pelaku LGBT. “Yang mempropagandakan saja dipenjarakan, dikenakan denda,” singgungnya.
Terlebih, perilaku penyimpangan seksual ini bertentangan dengan Islam termasuk seluruh agama yang menurut Abu Deedat sebetulnya juga melarang. “Kan ini mengundang murka Allah. Jangan kalah oleh negara-negara lain,” pungkasnya.[] Zainul Krian