Diduga Langgar Prokes Covid-19, Prof. Suteki: Presiden Jokowi Bisa Dimakzulkan
Mediaumat.news – Terkait diduganya Presiden Jokowi melanggar protokol kesehatan covid-19 saat kunjungannya ke Maumere pada Selasa, Pakar Hukum Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menilai orang nomor satu di Indonesia itu bisa dimakzulkan.
“Jika ternyata DPR menilai bahwa dugaan pelanggaran ini layak diteruskan prosesnya, maka DPR dapat meminta MK untuk menilai dan memutuskan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dengan mekanisme pemakzulan atau impeachment,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Kamis (25/2/2021).
Ia pun menyampaikan tiga penalaran hukum yang mencukupi sebagai alasan DPR untuk meminta pertanggungjawaban presiden dengan mengajukan hak bertanya atau meminta keterangan sebelum akhirnya meminta MK mencopot jabatan Jokowi sebagai presiden.
Pertama, pelanggaran terhadap UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, khususnya Pasal 93 yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 100 juta rupiah.
Kedua, pelanggaran delik penghasutan, yakni pemenuhan unsur-unsur Pasal 160 KUHP jika dimaknai bahwa tindakan juga termasuk di dalam pemahaman menghasut selain dengan tulisan dan lisan.
“Berdiri di mobil (sunroof), dan melambaikan tangan apalagi disertai dengan pemberian souvenir saya kira dapat dimaknai sebagai tindakan ‘menghasut’ orang di sekitarnya untuk berkerumun, melanggar ketentuan UU atau pun perintah jabatan misalnya dengan melanggar prokes,” bebernya.
Menurutnya, hal ini dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Ketiga, pelanggaran etika kehidupan berbangsa, yakni Presiden Jokowi tidak memberikan contoh baik kepada rakyat dalam penegakan hukum di bidang kekarantinaan kesehatan khususnya prokes di masa pandemi covid 19, sementara Presiden dan Menkopolhukam telah menegaskan kepada semua kepala daerah, pejabat publik pusat dan daerah untuk bertindak tegas jika terjadi pelanggaran prokes.
“Ini adalah perbuatan tercela karena akan berdampak makin merosotnya tingkat kepercayaan rakyat kepada negara, cq pemerintah,” ujarnya.
Selain pemakzulan yang secara legal dijamin oleh UUD NRI 1945 Pasal 7A, ada cara lain untuk mengakhiri kekuasaan rezim pemerintahan tertentu, yaitu dengan mekanisme pengunduran diri sebagai presiden dan wakil presiden. “Mengundurkan diri dari jabatan dapat ditempuh oleh presiden sebagai cara paling elegan untuk menunjukkan sikap bertanggung jawab,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo