Diduga Jual Senjata ke Junta Myanmar, Koalisi SSR Desak DPR RI Ajukan Hak Angket Selidiki Kemenhan
Mediaumat.id- Terkait dugaan seputar penjualan senjata ke junta militer Myanmar oleh 3 BUMN Indonesia, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (Koalisi SSR) mendesak DPR RI menggunakan hak angketnya untuk melakukan penyelidikan khususnya terhadap Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI.
“Mendesak Komisi I dan VI DPR RI mengimplementasikan hak angketnya untuk melakukan penyelidikan terhadap Kementerian Pertahanan,” demikian bunyi pers rilis dari Koalisi SSR, yang diterima Mediaumat.id, Kamis (26/10/2023).
Pasalnya, menurut Koalisi SSR, Kemenhan terlibat dalam perizinan produksi dan pengiriman senjata ke militer junta melalui True North Ltd yang berpotensi semakin memperburuk situasi krisis kemanusiaan di Myanmar.
Untuk diketahui, hak angket DPR adalah hak untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yang sudah diatur pada Pasal 20A UUD 1945.
Dugaan ini, disandarkan pada keterangan setidaknya empat pihak yang melaporkan ke Komnas HAM pada 3 Oktober 2023, perihal dugaan keterlibatan 3 BUMN di antaranya PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia dalam kegiatan jual beli serta pengadaan senjata dan peralatan militer ke junta melalui broker miliknya, True North Ltd.
Masing-masing pelapor adalah Marzuki Darusman (Mantan Kepala Fact-Finding Mission Independen untuk Myanmar), Feri Amsari (Akademisi dari Universitas Andalas, Sumatera Barat, Indonesia), Myanmar Accountability Project (MAP), dan Za Uk Ling (Wakil Direktur Eksekutif Chin Human Rights Organization).
Tetapi, 3 BUMN bersangkutan, termasuk Defend.ID, holding industri pertahanan Indonesia dari PT Len Industri yang terdiri dari PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, dan PT Dahana, mengklaim tidak pernah terlibat, dan menegaskan kepatuhannya pada Resolusi PBB 75/287 yang melarang pengadaan senjata untuk junta.
Terang saja, menurut Koalisi SSR, klaim ini berbanding terbalik dengan laporan yang disampaikan oleh keempat pihak sebelumnya.
Padahal, PT Pindad melalui situs webnya menyatakan bahwa pada 24 Juli 2023 saat adanya kunjungan Presiden Joko Widodo, perusahaan alutsista ini mengonfirmasi amunisi yang dikirimkan ke Amerika Serikat dan beberapa negara Asia, salah satunya Myanmar.
Berkenaan dengan situasi krisis kemanusiaan di Myanmar, publik bisa mengingat bahwa dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada Mei lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan tidak boleh ada pihak yang mengambil manfaat dari konflik internal di Myanmar. Jokowi juga menegaskan bahwa rentetan kekerasan di Myanmar harus dihentikan.
Di forum yang sama, Indonesia juga turut menyepakati kelanjutan implementasi Lima Poin Kesepakatan atas Krisis Myanmar yang dicetuskan dalam pertemuan negara-negara anggota ASEAN di Jakarta pada Juli 2021. Poin kelima itu berisi solusi damai terhadap konflik di Myanmar.
Untuk itu, sekali lagi Koalisi SSR melihat urgensi untuk menginvestigasi dugaan lebih lanjut. Terlebih, DPR memiliki peran penting untuk menindaklanjuti dugaan-dugaan yang tertera pada laporan tersebut.
Sebab, berdasarkan Pasal 79 Ayat 3 UU No.17 Tahun 2014, DPR juga memiliki beberapa hak istimewa yang salah satunya adalah hak angket seperti diungkapkan Koalisi SSR.
Terlebih lagi, sebagaimana ditambahkan, Komisi I DPR RI membawahi Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri yang saling bersangkutan dengan dikeluarkannya lisensi ekspor senjata.
Artinya, termasuk Kemenhan sangat berperan. “Kementerian Pertahanan berperan dalam memberikan End User Certificate (EUC) sebagai transparansi penerima atau pemesan barang, dan Kementerian Luar Negeri dalam memberikan pertimbangan konvensi atau peraturan internasional terkait embargo senjata kepada Myanmar,” lanjut bunyi keterangan pers tersebut.
Sedangkan Komisi VI yang membawahi Kementerian BUMN, memiliki peran penting untuk mengawasi 3 perusahaan komersial produk militer tersebut yang sepenuhnya milik negara (state-owned enterprise) dan pula sudah sepatutnya ada kepatuhan yang harus dijalankan.
Koalisi SSR sendiri beranggotakan PBHI, Centra Initiative, Imparsial, ELSAM, KontraS, SETARA Institute, Forum De Facto, YLBHI, Amnesty International Indonesia, LBHM, ICJR, ICW, Walhi, LBH Jakarta, LBH Pers, HRWG, LBHAP PP Muhammadiyah.[] Zainul Krian