Diancam Dibubarkan Polri, Prof. Suteki: Ormas Baru FPI Sah di Mata Hukum
Mediaumat.news – Merespon ancaman Polri yang akan membubarkan kegiatan Front Persatuan Islam (FPI) karena dianggap tidak punya legalitas, Pakar Hukum Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menilai bahwa ormas baru FPI sah di mata hukum.
“Secara legal tidak ada kegiatan perubahan dari FPI (Pembela) ke (Persatuan). Yang terjadi adalah ada warga yang mendirikan ormas baru dengan nama Front Persatuan Islam. Tidak ada Pasal UU Ormas yang melarang, atau KUHP sekaligus ormas baru itu tetap sah,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Jumat (08/01/2021).
Pertama, sesuai dengan Pasal 18 UU Ormas 2013, menurutnya ormas yang tidak berbadan hukum yang tidak memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan pendataan oleh camat atau sebutan lain sesuai dengan alamat dan domisili. “Data: nama dan alamat ormas, nama pendiri, tujuan dan kegiatan dan susunan pengurus,” ujarnya.
Kedua, sesuai dengan Putusan MK, ia mengatakan baik ormas yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum semuanya legal dan merupakan hak asasi warga negara untuk berserikat dan berkumpul. “Jadi yang berbadan hukum atau yang ber-SKT atau pun yang tidak ada SKT-nya semuanya sah,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan pendapat MK bahwa negara tidak dapat menetapkan ormas tersebut sebagai ormas terlarang. “Negara juga tidak dapat melarang kegiatan ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum,” jelasnya.
Ia menilai, tidak ada salahnya dengan aktivitas dan kegiatan ormas apabila ditemukan substansi penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah islamiyah dan memunculkan nama dan kata “NKRI Bersyariah”. “Mengingat khilafah itu adalah ajaran Islam, fikih siyasah. Semua mazhab yang kita kenal mengakui dan mengajarkan tentang khilafah islamiyah. Secara hukum juga belum ada putusan pengadilan mana pun yang menyatakan khilafah sebagai ajaran Islam terlarang,” bebernya.
Menurutnya, nomenklatur NKRI Bersyariah itu tidak salah. “Di mana salahnya? Bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 di mana? Kita kenal ekonomi syariah, ada bank syariah, apakah Indonesia hancur? Kalau seandainya NKRI Bersyariah, lalu apakah NKRI akan hancur sementara kalau dilihat penduduknya juga 87,19% Muslim. Hancurnya di mana ketika penduduk Muslim menjalankan syariah Islam secara kaffah?” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menilai mestinya justru disyukuri ketika segala lini kehidupan diatur dengan ajaran Islam yang datang dari yang Mahabenar. “Kenapa kita meragukan kemampuan Allah dan Rasul Muhammad dalam mengatur negara? Aneh bukan? Begitu kok ngakunya orang beriman?” pungkasnya.[] Achmad Mu’it