Jum’at malam, 7 Desember 2018, Majelis Saung Ma’rifat Desa Waru, Parung mengadakan pengajian rutin mingguan. Kali ini pengasuh rutin saung Ma’rifat Ki Sarmili, sapaan akrab dari Kyai Sarmili Yahya. Selain membahas kajian kitab Ta’lim Muta’alim, beliau juga menyampaikan terkait pentingnya dakwah memperjuangkan Khilafah. Pasalnya Khilafah adalah ajaran Islam.
Pengajian dimulai ba’da shalat Isya. Seperti biasa, acara pengajian diawali dengan pembacaan dzikir, tahlil dan tahmid. Setelahnya dilanjutkan dengan Kajian kitab kuning (Ta’lim Al-muta’allim).
Selepas kajian kitab turats, Ki Sarmili menyampaikan bahwa pembahasan Khilafah sebagai ajaran Islam terdapat dibanyak kitab-kitab fikih, semisal kitab Fathul mu’in, Majmu Syarah muhazzab, Bughyatul mustarsyidin, Muhalla, dll. Bahkan ulama asli Indonesia KH.Sulaiman Rasyid membahas tema Khilafah dalam buku Fikih Islamnya.
Maka apa yang selama ini didakwahkan Ormas Islam HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) berupa perjuangan penegakkan Khilafah, tidak lain adalah seruan kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Sebab dengan tegaknya khilafah ajaran / hukum Islam akan bisa diamalkan seutuhnya. Sebab siapa yang akan menegakkan hukuman (sangsi) terhadap orang yang murtad (riddah) kalau bukan seorang pemimpin (khalifah) dalam bingkai Negara khilafah Islamiyah?
Selain itu saat ini dibawah sistem pemerintahan yang tidak menerapkan hukum Islam (sistem Demokrasi sekuler) mengakibatkan praktek riba diberbagai bidang ekonomi. Padahal Allah sudah jelas Dalam Al-Qur’an menegaskan tentang haramnya riba. Ki Sarmili mengutip surat Al-Baqarah [2] : 275, yang Artinya : ”Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba “
Dalam ayat yang lain secara tegas diperingatkan pula terkait siapa saja yang tidak mau meninggalkan riba, Allah dan Rasulnya menyatakan perang terhadap mereka. ” Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah Swt dan Rasul-Nya akan memeranginya. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Q.S Al-Baqarah [2] : 279)
Selain peringatan perang terhadap pelaku riba, ancaman bagi sekecil – kecilnya dosa riba yang dilakukan adalah sebanding dosanya orang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
” Riba memiliki tujuh puluh dua pintu. Yang paling rendah seperti menzinai ibu kandungnya…” (HR. Ath-Thabrani) dalam hadits yang lain Rasulullah saw bersabda :
” Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)
Tidak heran bila negeri ini tidak kunjung juga lepas dari berbagai permasalahan dan bencana alam serta jauh dari keberkahan. Sebab dengan meninggalkan hukum Allah dan perbuatan beragam maksiat itu telah mengundang azab dan murka Allah SWT.
Maka di sinilah letak pentingnya perjuangan dakwah syariah dan khilafah untuk meraih keberkahan hakiki, keberkahan sebagai buah totalitas ketaatan terhadap hukum-hukum Allah. Dakwah syariah dan khilafah bukan untuk makar terhadap pemerintah tapi mengubah pemikiran manusia agar mau menerapkan hukum Islam secara kaffah (totalitas). Seraya meninggalkan hukum demokrasi sekuler buatan manusia yang bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia.
Sebelum menutup kajian, Ki Sarmili berpesan kepada puluhan jama’ah yang hadir khususnya bagi para pemuda untuk terus mengkaji Islam dan istiqomah berdakwah sebagai bukti kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab Islam bukan hanya sekedar tentang shalat, zakat dan puasa tetapi Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Maka teruslah berdakwah jangan pernah berhenti; sekarang, besok, nanti sampai kita mati, bahkan bila khilafah sudah tegak kembali tidak otomatis dakwah berhenti.
Majelis yang dihadiri oleh asatidz, Muhibbin dan pemuda sekitar Parung ini ditutup pembacaan doa oleh Ki Sarmili.[]
Sumber: shoutululama.net