Pengadilan Tinggi Lahore (LHC) pada 17 Maret memberikan jaminan perlindungan sementara kepada Ketua Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), Imran Khan, dalam sembilan kasus, beberapa jam setelah Pengadilan Tinggi Islamabad (IHC) melarang polisi agar tidak menangkapnya. Dia dijadwalkan hadir di hadapan pengadilan rendah di ibukota federal dalam kasus korupsi Toshakhana pada Sabtu (18/3).
Rezim Gerakan Demokrasi Pakistan, The Pakistan Democratic Movement (PDM) yang berkuasa saat ini terus mengangkat kasus terhadap mantan Perdana Menteri Imran Khan, sejak dia digulingkan dari jabatan perdana menteri tahun lalu. Imran Khan dan partainya, Pakistan Tehrik-i-Insaf (PTI), tidak terima dan marah. Mereka mengatakan bahwa kasus-kasus itu direkayasa untuk mencegah Imran Khan mencalonkan diri dalam pemilihan.
Rakyat Pakistan benar-benar telah muak dengan politik kekacauan dan perpecahan. Sebab faksi-faksi dalam elit penguasa, yang mencakup semua partai politik, pimpinan militer dan pengadilan tinggi, mereka menegakkan hukum yang dibuatnya sendiri. Selain itu, mereka tidak segan memanipulasi hukum dan mempermainkannya kapan saja sesuai keinginan mereka. Nawaz Sharif, pemimpin Partai Liga Muslim Pakistan (PML-N) pergi ke luar negeri untuk berobat dan tidak kembali. Imran Khan telah dipanggil oleh banyak pengadilan untuk hadir, tetapi dia menolak begitu saja dengan dalih alasan keamanan, atau pengadilan sudah tidak independen karena adanya kelompok-kelompok yang menekannya. Sejauh ini, kepemimpinan militer mempengaruhi sikap dan reputasi partai, sedang pengadilan memberikan putusan untuk menguntungkan pihak tertentu.
Kekacauan politik seperti ini terjadi di setiap demokrasi, baik di Barat maupun di Timur. Sebelumnya di AS, terlihat ketika Trump dan para pendukungnya menolak menerima hasil pemilihan presiden dan menyerang Capitol Hill. Perpecahan pahit antara partai Demokrat dan Republik ini berlanjut hingga hari ini, sehingga memengaruhi kebijakan luar negeri AS dan keputusan mengenai anggaran.
Sungguh, demokrasi ini telah mengesampingkan hukum Sang Pencipta, Allah SWT. Sebab ia telah menyerahkan hak untuk membuat dan memberlakukan hukum kepada rakyat. Sehingga hal itu memutus para elit penguasa dari hubungan mereka dengan Penciptanya. Kondisi inilah yang mendorong mereka untuk membuat hukum yang sesuai keinginan dan kepentingan mereka. Jika hukum yang mereka buat sendiri tidak menguntungkan mereka, maka mereka mengesampingkannya begitu saja, tanpa rasa takut akan murka Penciptanya, Allah SWT.
Sementara dalam sistem pemerintahan Islam, Khilafah, maka Khalifah, wali, amil, panglima militer, dan hakim, tidak pernah bisa membuat undang-undang yang sesuai dengan keinginan mereka. Setiap orang, termasuk Khalifah, tunduk pada hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Para komandan militer memberikan jaminan dan memastikan keberlangsungan pemerintahan Islam, sementara peradilan menyelesaikan semua perselisihan menurut hukum Islam, yaitu aturan (hukum) yang berasal dari Allah SWT, sehingga para penguasa tidak dapat mengabaikan atau mempermainkannya.
Di bawah sistem demokrasi, konflik di antara para elit penguasa tidak akan pernah berakhir. Sebab sistem demokrasi memberikan kesempatan bagi setiap fraksi untuk membuat undang-undang, menerapkan undang-undang, menafsirkan undang-undang sesuai dengan keinginan dan kepentingan mereka sendiri. Dengan demikian, ketidakstabilan politik Pakistan hanya dapat diakhiri dengan menegakkan kembali Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah. Allah SWT berfirman:
Share artikel ini: