Demokrasi, Parpol, Wong Cilik
Oleh: Ahmad Rizal (Dir. Indonesia Justice Monitor)
Era rapuhnya demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme makin terasa saja, keduanya memiliki hubungan sangat erat, lahir dari sekularisme. Sekularisme melahirkan demokrasi di bidang politik dan kapitalisme-liberal di bidang ekonomi. Ketika semua parpol makin pragmatis, miskin ideologi (less ideology) dan makin menampakkan wajah dan sifat kapitalis liberalistik, tamatlah sudah. Kita, wong cilik juga mengamati kok, bagaimana koalisi dibentuk hanya berdasarkan pragmatisme politik, bagi-bagi kekuasaan dan jabatan, bahkan berkoalisi untuk calon presiden yang peluang menangnya besar.
Maka, alih-alih mengatasi kerusakan, hasil Pemilu yang lalu-lalu dan mendatang menegaskan bahwa perwujudan Indonesia sebagai negara korporasi akan makin nyata. Kelak, keputusan-keputusan politik dibuat bukan demi kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan para pebisnis. Kader partai di parlemen hanya akan menjadi alat legitimasi bagi pemuasan syahwat politik-ekonomi elit partai. UU yang sangat liberal-kapitalistik akan lebih banyak lagi bermunculan. Muaranya, rakyatlah yang akan menanggung akibatnya berupa pemiskinan struktural dan kesenjangan kaya-miskin yang makin menganga.
Siapa saja yang mengamati kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi yang terlibat dalam proses Pemilu tahun lalu, juga potensi tahun mendatang akan memahami, bahwa kemungkinan campur tangan asing secara politik dan ekonomi semakin besar. Khususnya jaringan Tiongkok perantauan (Overseas China) yang berkolaborasi dengan jaringan AS. Peran AS di Indonesia tetap besar. Semua orang tahu, dukungan AS mutlak untuk bisa duduk di kursi kekuasaan. Inilah era demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis liberal![]