Demokrasi: Dewa yang Gagal!
Berita:
Amerika berada di persimpangan jalan saat tim hukum Trump dan Biden mempertaruhkannya di pengadilan terkait dengan kecurangan pemilu. Di sisi lain, tim kampanye dan media pendukung masing-masing pihak terlibat dalam perang propaganda yang berlarut-larut untuk mendiskreditkan satu sama lain. Pendukung mereka tidak puas dan memprotes kemenangan lawannya.
Komentar:
Amerika yang disebut sebagai mercusuar dan benteng pertahanan demokrasi sedang memudar dengan sangat cepat. Sekarang AS dapat ditemukan dalam daftar negara yang memalukan baik di dalam negeri maupun di dunia internasional. Kekuatan super mereka secara militer dan ekonomi telah gagal total untuk menopang dirinya sendiri dan mengatasi kekacauan yang terjadi di dalam negeri. Sebaliknya, Negara itu telah mengatasi kekacauan dengan lebih banyak kekacauan!
Secara lokal, dua peristiwa yang menonjol adalah pandemi Coronavirus (Covid-19) dan meningkatnya rasisme! Tanggapan Amerika mengingatkan kita pada ‘negara dunia ketiga.’ Amerika melakukan pendekatan lamban saat mengeksplorasi percabangan ekonomi dalam kaitannya dengan virus. Negara itu memilih untuk melindungi diri dari stagnasi ekonomi yang terjadi tiba-tiba dan membuang kesucian hidup lewat jendela!
Biasanya, Amerika menegaskan prinsip utama bahwa ekonomi yang sakral dan segala sesuatu yang lain adalah masalah pokok. Akibat dari pandemi adalah bencana besar. Saat ini Amerika memimpin di peringkat pertama secara global dengan 10.873.936 kasus terinfeksi yang dilaporkan dan 248.585 kematian (Worldometer, 13/11/2020). Lebih jauh lagi, infrastruktur kesehatannya melampaui batasnya dan hampir runtuh total. Anehnya, negara-negara yang dekat berada di belakang Amerika adalah India dan Brazil masing-masing di urutan No. 2 dan 3. Kedua negara tersebut masing-masing dianggap sebagai ‘negara dunia ketiga’ dari benua Asia dan Amerika Selatan.
Lebih buruk lagi, pada tanggal 25 Mei 2020 seorang kulit hitam Amerika, George Floyd, dibunuh secara kejam oleh petugas polisi Amerika berkulit putih. Pembantaian itu membuka penutup yang menutupi ketegangan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih dalam yang meresap ke tulang punggung Amerika. Jalanan Amerika tak henti-hentinya dipenuhi dengan protes yang menuntut diakhirinya diskriminasi rasial dan kebrutalan polisi. Selain itu, protes tersebut menyebabkan penghancuran patung-patung dan memicu perdebatan tentang mendapatkan ganti rugi di zaman perbudakan! Rezim Amerika menanggapi kekacauan itu dengan membuat bencana dan melakukan penghinaan total. Aparat keamanan menggunakan api untuk memadamkan api! Amerika sebagai penyedia keamanan global dan selalu menyuruh Negara lain untuk memberikan jalan bagi demonstrasi damai. Tapi, di negaranyalah mereka menindas warganya sendiri karena melakukan apa ?!
Secara internasional, kebijakan luar negeri Amerika sedang kacau balau. Invasi Irak untuk mewujudkan demokrasi, berakhir dengan kekacauan total Negara itu hingga saat ini. Intervensi di Afghanistan terus menghabiskan dolar Amerika dan mengorbankan personel militernya tanpa imbalan apa pun. Proyek mereka di Libya dan Suriah masih menimbulkan kerusakan hingga saat ini. Kegagalannya yang tak terukur tidak bisa lagi ditutupi. Tangan Amerika yang berlumuran darah tersebar mulai dari Palestina, Suriah, Afghanistan hingga Somalia dari hanya banyak kasus yang hanya disebutkan sebagian. Kebijakan mengerikan Amerika tidak lain adalah manifestasi dari kehancurannya yang akan segera terjadi. Saat ini satu-satunya fokus Amerika adalah menunda kejatuhannya. Akhir Amerika adalah berakhirnya demokrasi. Dunia sadar bahwa Amerika sedang sakit.
Pertarungan hukum berlarut-larut terbaru yang sedang berlangsung hanyalah bagian dari skema yang lebih besar untuk menyadarkan otoritas Amerika. Namun sayang! Punggung unta telah rusak dan tidak dapat disembuhkan. Memang, demokrasi: adalah dewa yang gagal dan tidak bisa lagi ditambal sulam! Apa selanjutnya? Para pemimpin global berada dalam hiruk-pikuk untuk melegitimasi kepresidenan Biden dan pada gilirannya melegitimasi dewa mereka yang sedang sekarat, demokrasi di arena global. Mereka mencoba mengirim pesan pujian mereka kepada sang presiden terpilih Biden untuk menipu dunia bahwa memang semuanya baik-baik saja. Yang benar adalah sebaliknya, yaitu situasi yang mengerikan.
Hasil dari pertarungan hukum yang sedang berlangsung dan pemenang pemilu berikutnya bukanlah hal yang menyenangkan. Karena Biden dan Trump adalah dua sisi berbeda dari koin yang sama-sama jahat. Tidak ada hal baik yang diharapkan dari proses demokrasi sekuler yang jahat dan tidak valid. Bencana global akan terus berlanjut. Terutama, penderitaan umat Islam dan kaum Muslim akan meningkat di bawah penemuan kembali perang melawan perang melawan terorisme dan ekstremisme. Dengan kata lain, siapa pun yang membenci nilai-nilai sekuler dan menuntut kepatuhan total kepada Islam dan perlindungannya; dan berjuang untuk mencari alternatif dari ideologi kapitalis sekuler, secara otomatis akan dicap sebagai teroris dan ekstremis. Selain itu, cap yang sama juga diberikan kepada siapa saja yang berusaha melindungi kehormatan Nabi Muhammad (saw) kita tercinta.
Sangat penting bagi semua orang yang sadar secara intelektual untuk mengikuti dengan cermat apa yang terjadi di Amerika. Konsekuensinya akan terlibat dalam sebuah kerja bersama dan ideologis yang merupakan pelopor tidak hanya untuk membebaskan Islam dan Muslim dari intrik ideologi kaum kapitalis sekuler dan para pendukungnya. Namun juga bertujuan untuk melepaskan umat manusia di seluruh dunia dari proyek demokrasi sekuler yang gagal yang telah menyebabkan malapetaka bagi manusia yang tidak terhitung jumlahnya!
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh Ali Nassoro Ali
Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir