Delusi Besar Itu…

Oleh: Rudianto (AJMI)

Demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, seperti kebebasan ekonomi yang menjadikan para pemilik modal berkuasa atas aset-aset ekonomi rakyat dan negara hingga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang luar biasa, sebagian besar rakyat jatuh dalam kemiskinan. Kebebasan pers hingga terwujud masyarakat sakit, tidak bermoral dan liar, serta kebebasan berperilaku dan keyakinan. Sikap hipokritme yang ditunjukkan penguasa semakin mempertebal ketidakadilan. Ingat, persoalan ditanggapi dengan cara yang tidak benar maka akan menimbulkan persoalan baru. Alih-alih mengoceh tentang kebebasan pers, yang setiap saat bisa terkikis oleh pemerintah kita sendiri. Sebagian besar organisasi media utama memiliki beberapa jenis afiliasi politik yang mungkin dilakukan lewat pengaruh langsung melalui donasi ke berbagai partai politik.

Dengan munculnya saluran berita 24-jam, blog-blog, YouTube dan ponsel-ponsel pintar berita-berita sampai jauh lebih dulu menyusul berita-berita yang dilaporkan oleh surat-surat kabar. Kemudahan bagi siapapun yang bisa menulis isu-isu tertentu berarti bahwa sebuah berita tunggal dapat menghasilkan pendapat-pendapat dari dua kutub yang berlawanan. Berita-berita itu telah lama berpindah fungsi dari yang awalnya sekedar berbagi informasi tentang peristiwa-peristiwa tertentu hingga digunakannya berita-berita itu sebagai sebuah metode untuk menyebarkan ide-ide spesifik tentang isu-isu ideologis. Hal ini dapat dibenarkan atas berita-berita lokal, nasional dan global, namun tidak bisa dibenarkan atas semua berita.

Siapapun yang menulis tentang peristiwa-peristiwa itu akan menemukan bahwa pendapat-pendapat mereka tentang isu-isu itu muncul pada tulisan-tulisan mereka. Hal ini merupakan konsekuensi alami atas adanya pandangan-pandangan dan ide-ide atas sesuatu di dunia. Untuk dapat sepenuhnya menghargai berita dan untuk membangun opini Islam kita sendiri, maka perlu untuk mulai melihat berita-berita dengan cara yang benar.

Bukan rahasia lagi bahwa Barat dalam rangka mewujudkan kepentingan politik imperialismenya di negeri muslim seperti Indonesia, berinvestasi menciptakan ancaman-ancaman fantasi kebangkitan Islam yang diklaimnya sendiri dan juga bahaya kebebasan berekspresi. Kebebasan dan kemerdekaan di Barat sebenarnya adalah ilusi. Berbagai peraturan dan undang-undang sedang diperkenalkan khusus ditujukan pada komunitas Muslim di seluruh Amerika dan Eropa.

Tidak heran ada gelombang pasang kemarahan yang melanda dari dunia Muslim yang merupakan korban kebijakan luar negeri AS, Inggris dan Perancis yang bermain bersama rakyat dari negara-negara Barat lainnya. Campur tangan yang terus menerus dan tekad untuk memadamkan api kebangkitan umat Islam telah menyebabkan sebagian orang percaya bahwa satu-satunya cara untuk membawa kemerdekaan adalah dengan perlawanan.

Amerika dan orang-orang yang tolong menolong dengan Amerika harus mengetahui bahwa tindakan-tindakan kekanak-kanakan barat itu tidak akan bisa memaksa umat melepaskan Islam. Sebaliknya umat justru bersegera untuk mengubur dalam-dalam ide-ide barat yang rusak itu.

Sikap negara-negara Barat, yang ditunjukkan oleh para politisi, ilmuwan dan media massa mereka, termsuk di negeri muslim, yang mendukung habis-habisan media massa anti Islam menunjukkan realita sesungguh-nya tentang Perang Peradaban (Clash of Civilizations). Mempertahankan ideologi Kapitalisme adalah harga mati untuk eksistensi mereka di dunia untuk mempertahankan dominasi dan penjajahan mereka di dunia. Persis seperti yang pernah dinyatakan Goerge W. Bush saat menjadi presiden Amerika, “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi.”

Dalam pandangan Islam, media massa (wasâ’il al-i’lâm) bagi negara Khilafah dan kepentingan dakwah Islam mempunyai fungsi strategis, yaitu melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda’ al-islâmi) baik di dalam maupun di luar negeri (Sya’rawi, 1992: 140). Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh. Di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. (Masyru’ Dustur Dawlah al-Khilâfah, pasal 103).

Dengan membacanya, kita akan dapat membayangkan betapa baiknya suasana dan kehidupan media massa yang ditata dengan syariah di negara Khilafah nantinya. Media massa akan menjadi alat konstruktif untuk memelihara identitas keislaman masyarakat, tanpa melarang unsur hiburan (entertainment) yang sehat dan syar’i. Tidak seperti sekarang, media massa telah menjadi alat destruktif untuk menghancurkan nilai-nilai Islam, dengan mengeksploitasi hiburan yang berlumuran dosa dan membejatkan moral.

Islam adalah unik dalam kemampuannya untuk mengatasi semua masalah pada setiap waktu, dan kemampuan ini hanya dapat benar-benar ditunjukkan kepada masyarakat di sekitar kita jika kita memahami isu-isu kontemporer.[]

Share artikel ini: