Mediaumat.news – Ditangkapnya delapan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) karena dianggap terlibat aksi penolakan UU Omnibus Law mengindikasikan bahwa pemerintah anti kritik.
“Belum ada delik yang disampaikan secara terbuka, jadi kita belum tahu. Tapi itu dugaannya terkait dengan penolakan Omnibus Law. Andai itu penyebabnya, mestinya pemerintah tidak anti kritik. Mestinya ada relasi konstruktif antara pemerintah dan rakyat. Kecuali memang ada dusta di antara pemerintah dan rakyat. Selama tidak ada dusta, kritik harusnya diapresiasi dan disalurkan dengan baik,” ujar Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra pada acara Kabar Malam, Selasa (13/10/2020) di kanal Youtube Khilafah Channel.
Padahal, ujarnya, dalam satu kesempatan presiden pernah bilang kangen didemo. Seharusnya, hal tersebut harus konsisten dilakukan pemerintah. Namun, yang terjadi saat ini justru menunjukkan sikap inkonsisten.
Selain itu, menurut Ahmad, seharusnya orang yang menyampaikan pendapat dengan baik itu ditampung sebagai masukan.
“Orang yang menyampaikan pendapat, lewat aksi dan demo, atau dengan seminar, dialog, tulisan, itu justru harusnya dibaca sebagai masukan-masukan yang baik. Secara esensi rakyat ingin negeri ini baik. Tinggal timbangan baiknya yang harus didialogkan. Misalnya, ketika ada analisa bahwa negeri ini dikuasai kapitalis dan oligarki, pasti di belakangnya ada argumentasi yang bisa didialogkan. Ketika dianalisa, dan itu benar kemudian rakyat mengingatkan dan muhasabah, ini merupakan budaya yang baik,” bebernya.
Selain itu, dugaan penangkapan ini adalah karena melanggar UU ITE. UU ITE ini dianggap sebagai UU yang karet dan sarat interpretasi. Akibatnya, kebebasan perpendapat akan gagasan konstruktif bisa terhambat.
“Saya sangat sedih seolah-olah UU ini digunakan untuk membungkam suara-suara kebaikan. Kemudian, UU ITE ini menjadi UU yang karet, sangat bergantung interpretasi. Nah yang pegang UU ini kan pemerintah yang notabene ingin mempertahankan kekuasaan. Jadi tiap yang berbeda dengan penguasa bisa diinterpretasi sebagai ujaran kebencian. Dengan ini kebebasan menyampaikan gagasan seolah terhambat dengan interpretasi ini. Jadi bisa multi interpretasi. Jadinya kita mundur, orang diam semua serba takut dan khawatir,” keluhnya.
Padahal, menurutnya negara sedang butuh gagasan konstruktif berkenaan dengan banyaknya masalah yang ada di negeri ini. Jadi pemerintah idealnya menampung aspirasi dari rakyat.[] Billah Izzul Haq