Dari Mumbai Hingga Leicester: Penjelasan Tentang Hindutva
Pengantar
India memiliki sejarah yang panjang dan beragam. Selama 1000 tahun terakhir kita melihat:
800 tahun berada di bawah Pemerintahan Muslim
150 tahun berada di bawah pendudukan Inggris
70 tahun berada di bawah demokrasi liberal
Populasi India saat ini adalah sekitar 1,4 miliar dan dapat diperinci kira-kira sebagai berikut:
Hindu ~ 80%
Muslim ~15% (artinya sekitar 200 juta)
Lainnya ~ 5% – (termasuk Kristen, Sikh & lainnya)
Hindu
Hindu sebagai agama diklaim sudah ada selama 4000 tahun. Agama ini memiliki sekitar satu miliar pengikut di India – tetapi juga, penganutnya dalam jumlah besar ada tidak hanya di Nepal dan Sri Lanka – tetapi juga di negara-negara Muslim seperti Bangladesh (~ 14 juta), Indonesia dan Pakistan. Kitab suci agamanya adalah Veda, Ramayana, Geeta dan Purana – dan pemujaannya difokuskan pada tradisi politeistik yang melibatkan jutaan ‘dewa’. Ini tidak sama dengan Hindutva.
Apa itu Hindutva?
Hindutva BUKAN hindu. Melainkan ideologi nasionalistik, seperti yang akan kami jelaskan.
Kapan Hindutva muncul?
Hindutva muncul sejak tahun 1920-an, selama pemerintahan Inggris di India. Pada tahun 1919, Muslim India dimobilisasi untuk mempertahankan Kekhalifahan Utsmani, yang menjadi fokus sentimen anti-imperialis/anti-Inggris. Namun, hal ini memicu kompleks inferioritas di antara sebagian umat Hindu India, yang mulai merumuskan ide-ide Hindu-nasionalis. Hal ini ditambah dengan penurunan proporsi umat Hindu di India (dari 75% pada tahun 1881 menjadi 68% pada tahun 1931), yang memperkuat kompleks inferioritas ini di antara sebagian kaum nasionalis, yang mulai menggambarkan komunitas, menggunakan bahasa fear-mongering (menakut-nakuti), sebagai ‘ras yang sedang sekarat’. Dengan latar belakang inilah Hindutva muncul.
Bagaimana Hindutva berasal?
Orang pertama yang menciptakan istilah ‘Hindutva’ adalah Vinayak Savarkar (w. 1966) – seorang ateis, yang dipengaruhi oleh fasisme Nazi dan Italia, dan yang mendukung kebijakan Hitler terhadap orang-orang Yahudi. Dia mengeksploitasi identitas Hindu di India, untuk bersatu di sekitar tanah air, leluhur, dan budaya bersama dengan mengecualikan Muslim dan Kristen pada khususnya. Dia menjadi bagian dari partai Nasionalis Hindu ‘Hindu Mahasabha’. Dia didakwa sebagai ko-konspirator dalam pembunuhan Gandhi.
RSS
RSS (Rashtriya Swayamsevak Sangh yang berarti ‘Organisasi Relawan Nasional’) adalah kelompok paramiliter sayap kanan yang didirikan pada tahun 1925 oleh Keshav Baliram Hedgewar, yang sangat dipengaruhi oleh Sarvakar.
RSS mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk membela umat Hindu dan untuk memastikan dominasi mereka atas India, gerakan RSS didirikan pada tahun 1925 oleh individu-individu dari kasta Brahmana (kasta teratas dalam hierarki mereka). Ide-ide mereka lahir dari kompleks inferioritas dalam hubungannya dengan Muslim – dan ingin meniru beberapa kualitas yang mereka anggap berkontribusi pada kekuatan Muslim – misalnya rasa kebersamaan yang intens, tetapi takut akan kelemahan mereka dalam kaitannya dengan fakta bahwa Muslim ada di seluruh Eropa, Afrika, dan Asia.
Di bawah pemimpin kedua mereka, M.S Golwalkar (yang juga ikut mendirikan VHP militan), RSS menjadi organisasi pan-India. Golwalkar mempopulerkan istilah ‘Hindu Rashtra’ (Bangsa Hindu), dan berfokus pada transformasi intelektual masyarakat Hindu. Dia melihat masyarakat Hindu berada di bawah ancaman dari ide-ide progresif Barat – termasuk demokrasi, alih-alih berpikir bahwa masyarakat bekerja paling baik ketika dijalankan di sepanjang garis kasta. Dia mendefinisikan India sebagai negara dari lautan hingga Himalaya – yang menyatukan agama dengan nasionalisme dengan menyebut India sebagai ‘Bharat Mata’ (Ibu India) dan menganggapnya sebagai tanah paling suci. Oleh karena itu, ia mencirikan pemisahan sebagaimana memotong ibu seseorang. Dia menganggap bahwa Muslim dan Kristen bukanlah orang India yang sesungguhnya. Di bawah kepemimpinannya, gagasan kebencian ekstrem terhadap Muslim meningkat. Dia menulis dengan perasaan kagum tentang pencarian Nazi Jerman terhadap kemurnian rasial.
Selama bertahun-tahun gerakan ini menyebar, mengambil alih sekolah, perguruan tinggi, serikat pekerja, serikat petani dan akhirnya masuk ke dalam arena politik.
BJP – ‘Partai Bharatiya Janata’ (artinya Partai Rakyat India)
BJP didirikan pada tahun 1980, mengikuti partai-partai pendahulu yang runtuh (Bharatiya Jana Sangh dan kemudian Partai Janata). Mereka didirikan oleh orang-orang yang telah dipengaruhi oleh Hedgewar (pendiri RSS) dan Sarvakar (ideolog utama Hindutva), tetapi berbeda dengan mereka yang berhasil masuk ke dalam kehidupan politik. Awalnya keuntungan BJP sangat terlokalisasi dan sederhana. Mereka memanfaatkan kegagalan Partai Kongres dominan yang telah memimpin India sejak pemisahan. Kongres didominasi oleh kelas elit kebarat-baratan. Namun arah liberal yang mereka ambil tidak cocok di India, menjadi masyarakat yang umumnya konservatif. BJP selalu menjaga hubungan dekat dengan RSS.
Meningkatnya kekerasan terhadap Muslim di bawah BJP
Dengan kekuatan politik, ideologi Hindutva meningkatkan kekerasannya terhadap Muslim. BJP mendukung kampanye untuk menghancurkan masjid Babri kuno di Ayodhya, sehingga memenangkan masalah ini menjadi suara yang penting. Hal ini meningkat beberapa tahun kemudian dengan pemimpin mereka L.K. Advani yang memimpin pawai di masjid, dengan retorika anti-Muslim yang intens yang mengarah pada serangan terhadap Muslim.
Pada tahun 1992, RSS mengumpulkan 100.000 pendukung BJP dan VHP dan berbaris di Ayodhya dan akhirnya menyerang dan menghancurkan masjid itu. Para politisi senior BJP seperti Advani dan Vajpayee (kemudian menjadi perdana menteri India) terlibat dalam pembongkaran masjid itu. Diperkirakan 2000 orang tewas dalam minggu-minggu berikutnya ketika kekerasan terhadap Muslim menyebar. (Semua pelaku kemudian dibebaskan oleh pengadilan India pada tahun 2020, ketika BJP telah dengan kuat mengakar dalam pemerintahan.)
Pada tahun 2002, di bawah pemerintahan BJP di Gujarat, yang dipimpin oleh Narendra Modi, terjadi kekerasan massal terhadap Muslim. Diperkirakan 2000 orang tewas dan 150.000 orang mengungsi – sementara Modi dituduh telah menyetujui kekerasan tersebut. Tindakan pemerkosaan, mutilasi, dan penyiksaan menyebar dengan luas, sementara polisi bahkan memberikan alamat kaum muslim yang akan diserang.
Setelah Modi mengamankan kekuasaannya pada 2014, segalanya berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Kaum Muslim telah diserang dengan impunitas di seluruh negeri. ‘Vigilantisme Sapi’ telah menyebar dengan impunitas. Pada tahun 2019, pemerintah Modi mengubah status Jammu dan Kashmir, sehingga meningkatkan penindasan negara India di dalamnya. Ada pembicaraan terbuka tentang cara membunuh dan menggusur Muslim dan memperkosa wanita mereka – oleh para pemimpin agama dan politisi.
Jurnalis Muslim yang telah mengungkap beberapa hal tersebut telah menjadi sasaran. Wanita Muslim di Karnataka telah dilarang kuliah jika mereka mengenakan jilbab, dan negara bagian lain sedang dalam proses memberlakukan kebijakan serupa. Rumah-rumah pemrotes Muslim yang menentang kebijakan BJP telah dihancurkan, mirip dengan taktik yang digunakan oleh Zionis di Palestina yang diduduki. Memang pemerintah BJP telah menikmati hubungan yang semakin dekat dengan pendudukan Zionis, meniru taktiknya di banyak tempat. Zionisme juga diluncurkan oleh sejumlah kecil orang Yahudi nasionalistik sekuler.
Di bawah pemerintahan BJP, pengadilan sering menegakkan putusan yang memperkuat kebijakan dan tindakan bermusuhan, memilih untuk menafsirkan konstitusi sekuler India dengan cara yang paling diskriminatif.
Hindutva menyebar ke Inggris
Ideologi Hindutva telah menyebar ke Inggris dalam berbagai cara.
Pertama, hubungan politik melalui anggota parlemen. Pada tahun 2014, mantan Menteri Dalam Negeri, Priti Patel, sebagai Kampiun Diaspora India dari Perdana Menteri Inggris, mengirim pesan hangat kepada Hindu Swayamsevak Sangh di Inggris karena menjadi tuan rumah acara bertajuk ‘RSS: Visi dalam Aksi – Fajar baru’.
Kedua, melalui organisasi-organisasi sektor sukarela Hindutva, yang berkembang pada tahun 1980-an dan 1990-an di Inggris. Hal ini dicontohkan di bawah ini.
Ketiga, tampaknya ada lobi diaspora India yang signifikan di dalam Partai Konservatif. Ini sangat jelas selama kampanye kepemimpinan di mana Rishi Sunak mengambil posisinya. Tetapi dalam pemilihan umum 2019 ada kampanye terorganisir melalui media sosial untuk mendorong umat Hindu Inggris memilih Partai Konservatif, dengan mengklaim Partai Buruh anti-India karena mengkritik kebijakan Modi di Kashmir. Selain itu, lobi diaspora India yang sama menambahkan suaranya pada klaim anti-Semitisme terhadap Partai Buruh.
Keempat, melalui Labour Friends of India, sebagian anggota parlemen di daerah dengan populasi diaspora India yang besar mengambil sikap pro-Modi yang melegitimasi kebijakan nasionalistik Hindutva-nya. Menurut penulis Amrit Wilson ‘pada tahun 2001, Barry Gardiner, anggota parlemen untuk Brent North dan Ketua Labour Friends of India, yang adalah pengikut setia Modi, mengunjungi Gujarat dan secara pribadi memberi Modi cek senilai £ 1 juta yang dikumpulkan oleh Sewa International untuk bantuan gempa bumi. Setelah genosida Gujarat tahun 2002, organisasi progresif Asia Selatan di Inggris mengungkap Sewa International karena mengalihkan dana yang dikumpulkan untuk bantuan gempa bumi dan menyalurkannya ke organisasi yang terlibat langsung dalam melakukan kekerasan. Gardiner adalah yang pertama dari sejumlah anggota parlemen, baik Partai Buruh maupun Tory, yang menyanjung Modi terkait dengan Hindutva yang mendukung bank-bank suara di daerah-daerah seperti Harrow, Brent dan Leicester.’
Lobi yang sama tampaknya menawarkan sumbangan kepada badan amal terkait polisi di Inggris, sehingga menyebarkan pengaruh mereka dan menetralisir kritik.
Kelima, di dunia pasca-Brexit, di mana India adalah pasar yang sangat besar untuk perdagangan dan bisnis, pemerintah Inggris tidak mungkin melakukan tindakan yang mempertaruhkan hubungan perdagangannya.
Akhirnya, Komisi Tinggi India memainkan peran langsung. Komunitas di Leicester – Hindu, Muslim, dan lainnya – terkejut dan gelisah dengan tindakan kekerasan dan intimidasi Hindutva selama berbulan-bulan saat musim panas ini (2022). Tindkan ini telah memuncak dalam pawai yang tidak terjadwal oleh orang-orang bertopeng (sebagian di antaranya diduga telah dikirim dari London barat), yang membawa senjata, dan bertindak dengan impunitas karena polisi tidak melakukan apa-apa. Namun, alih-alih mengkritik kekerasan itu, Komisi Tinggi India mengeluarkan pernyataan yang menuduh permusuhan terhadap tempat-tempat ibadah Hindu di Leicester dan menuntut tindakan. Pernyataan ini muncul meskipun berbagai organisasi Hindu di Leicester mengutuk agresi yang diilhami Hindutva, dan tidak menyebutkan dugaan serangan yang dikutip oleh Komisi Tinggi.
Kesimpulan
Hindutva tidak lahir dari agama. Sebaliknya, sebagaimana Nazisme, fasisme Italia atau Zionisme, ia lahir dari ide-ide sekuler nasionalisme dan menggunakan agama untuk tujuannya sendiri.
Hindutva lahir dari kompleks inferioritas ketika menyaksikan kekuatan Islam dan potensi umat muslim.
Gerakan ini telah berevolusi dari filsafat, menjadi fenomena organisasi, lalu berubah untuk mencapai kekuatan politik.
Sekarang, Hindutva telah menjadi elemen kunci dalam kebijakan luar negeri rezim nasionalistik ekstrem di Delhi.
Tampaknya, melihat apa yang telah terjadi di Leicester, mereka berusaha memprovokasi kaum Muslim untuk bereaksi terhadap tindakan kekerasan mereka, yang selanjutnya akan membenarkan propaganda mereka terhadap Islam.
Memang peran kita adalah untuk memastikan bahwa komunitas Muslim tidak jatuh ke dalam perangkap mereka, dan sebaliknya mengungkap kejahatan mereka dan kepalsuan narasi Hindutva yang menipu.
Sumber: hizb.org.uk