Damprat Penjajah Israel Soal Palestina, Pengamat: Posisi Cina Belum Mampu Ubah Status Quo
Mediaumat.id – Meski telah mendamprat entitas penjajah Yahudi terkait pendudukan atas Palestina, posisi Cina di dalam konstelasi internasional, dinilai masih belum cukup mampu untuk bisa mengubah status quo.
“Dalam konstelasi internasional, Cina masih merupakan pihak yang belum dalam posisi yang cukup untuk mengubah status quo,” ujar Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana kepada Mediaumat.id, Ahad (4/6/2023).
Artinya, sikap Cina ini tak ada pengaruhnya sedikitpun bagi Palestina ke arah lebih baik. Walau, kata Budi lebih lanjut, Cina sebagai negara dengan pengaruh yang meningkat secara signifikan dalam urusan global sekalipun.
“Cina adalah emerging power. Namun untuk dapat mengubah situasi dunia, khususnya terhadap institusi Yahudi dan Palestina, maka masih jauh kalau sekadar dampratan tersebut dapat berpengaruh terhadap institusi Yahudi,” terangnya.
Apalagi, Geng Shuang, wakil tetap atau diplomat Cina untuk PBB, ungkap Budi, tidak dalam kapasitas kuat untuk melakukan tindakan-tindakan lebih lanjut Cina untuk merealisasikan dampratan tersebut.
“Ia hanya sekadar wakil, diplomat, juru bicara yang berperan sesuai dengan konteks yang dijalaninya,” bebernya.
Tepatnya Rabu, 24 Mei 2023 lalu, seperti dilansir Middle East Monitor, Geng Shuang menekankan aktivitas entitas penjajah Yahudi telah melanggar hukum internasional dan resolusi PBB. Untuk itu Beijing, sambung Geng, mendesak agar pendudukan Palestina tersebut dihentikan.
Pragmatis
Di sisi lain, dampratan ini juga dinilai Budi sekadar ungkapan sesuai dengan konteks yang diinginkan Cina, yakni pembelaan pragmatis atas Palestina, yang tentunya jauh dari pembelaan bersifat ideologis.
“Kalau dapat dianggap Cina melakukan pembelaan, maka dapat dikategorikan sebagai pembelaan yang pragmatis,” sebutnya.
Maksud Budi, pembelaan tersebut sarat dengan kepentingan Cina di kawasan Timur Tengah. Di antaranya, untuk meningkatkan keuntungan dari segi politik dalam konstelasi internasional, yang sekali lagi, tekannya, jauh dari pembelaan secara ideologis.
Pun penting dipahami sebelumnya, kata Budi mengungkapkan, penjajahan atas Palestina lahir dari perubahan konstelasi internasional pasca-Perang Dunia Pertama.
“Bumi Palestina yang merupakan bumi Islam yang awalnya berada dalam teritori Khilafah Utsmaniah, diambil alih oleh Inggris pasca mengalahkannya pada saat Perang Dunia Pertama,” urainya.
Ditambah ketika itu, Inggris mempersiapkan lahirnya institusi Yahudi yang kemudian diperkokoh pada tahun 1948 pasca Perang Dunia Kedua.
Dengan kata lain, penjajahan ini bisa berhenti apabila ada perubahan konstelasi internasional pula. “Penjajahan institusi Yahudi terhadap bangsa Palestina akan berhenti bila ada perubahan konstelasi internasional,” tandasnya.
Yakni, perubahan yang memunculkan negara adidaya Islam yang menjadi pembela dan pelindung negeri-negeri Muslim termasuk Tanah Palestina.
Itulah Khilafah Islam, sebagaimana dahulu diperankan Khilafah Turki Utsmani. “Selama ini tidak terwujud, maka penjajahan itu akan terus berlangsung,” pungkasnya.[] Zainul Krian