Mediaumat.info – Direktur Geopolitical Institute Adi Victoria memaparkan, ketaatan umat kepada ulil amri, dalam hal ini penguasa/pemimpin, tidaklah bersifat mutlak. “Ketaatan kepada pemimpin kita itu tidak bersifat mutlak,” ujarnya dalam Kabar Petang: Pemimpin Wajib Ditaati, Tapi Juga Wajib Dinasihati, Jumat (26/1/2024) di kanal YouTube Khilafah News.
Pasalnya, sebagaimana umat pada umumnya bersandar pada dalil kewajiban untuk taat kepada ulil amri, yakni di dalam QS An-Nisa: 59, Allah SWT tak mendahului dengan lafadz athi’u yang artinya ‘taatlah’.
“Tapi langsung wa ulil amri minkum, (di antara kamu),” kata Adi menegaskan.
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Akhir,” demikian bunyi makna QS An-Nisa: 59.
Sementara, kata Adi mengutip pendapat Imam Abu Zahra, definisi ulil amri adalah para ulama ahli fikih, yakni orang alim yang memiliki kemampuan menggali hukum syara’.
Sedangkan menurut mayoritas ulama, tambahnya, ulil amri berarti al-hukam, para penguasa dan juga ahlul halli wal aqdi.
“Tetapi ini ada dua catatan,” tandasnya, mengenai pendapat mayoritas ulama dimaksud. Pertama, seorang penguasa haruslah mukmin, dan kedua, penguasa yang senantiasa taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Ditambah, ketaatan ini berarti menegakkan keadilan dan tidak melanggar aturan-aturan terkait syariat yang demikian itu telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Lantaran itu, Adi kembali mengimbau umat harus memahami definisi ulil amri terlebih dahulu. “Maka itulah harus memahami dulu apa itu ulil amri,” pungkasnya. [] Zainul Krian