Mediaumat.news – Selain terjadi dalam acara maulid dan pernikahan yang dihadiri Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab, kerumunan juga terjadi dalam kampanye Pilkada putra dan menantu presiden.
“Mengapa penegakan hukum hanya berlaku kepada Imam Besar HRS? Di mana letak ‘persamaan di muka hukum’ (equality before the law)?” ujar Direktur HRS Center Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. kepada Mediaumat.news, Senin (7/12/2020).
Menurut ahli hukum pidana tersebut di masa pandemi Covid-19 penegakan hukum terhadap ‘kerumunan’ seharusnya bersifat peringatan (ultimum remedium), bukan yang utama (primum remedium).
“Oleh karena itu, tidaklah tepat menjadikan kerumunan Maulid Nabi Muhammad SAW dan/atau acara pernikahan sebagai suatu peristiwa pidana. Bukankah kerumunan juga terjadi pada rangkaian Pilkada serentak 2020? Di dalamnya bahkan ada putra dan menantu presiden,” tegasnya.
Dengan demikian, ungkap Abdul Chair, langkah paling tepat dan bijak adalah penyelesaian melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Menurutnya, HRS telah membayar denda administratif sebesar Rp50 juta dengan itikad baik, dan itu adalah termasuk restorative justice. Dimensi hukum, tidak hanya kepastian, namun juga keadilan dan kemanfaatan.
“Itulah tujuan hukum yang harus kita wujudkan dalam negara hukum Pancasila,” bebernya.
Tak Singkron
Selain itu terjadi pula ketidaksingkronan antara penyelidikan dan penyidikan. Menurut Abdul Chair, pemanggilan HRS sebagai saksi didasarkan pada Laporan Polisi tertanggal 25 November 2020 dan Surat Perintah Penyidikan tertanggal 26 November 2020. Laporan Polisi tersebut sebelumnya tidak pernah ada dalam tahap penyelidikan. Penyelidikan didasarkan atas Laporan Informasi tertanggal 15 November 2020. Pada tahap penyidikan ini masuk pula delik penghasutan (Pasal 160 KUHP) yang sebelumnya juga tidak ada dalam penyelidikan.
“Apa sebenarnya hasil penyelidikan itu, menunjuk pada peristiwa hukum apa? Mengapa sekarang baru ada Laporan Polisi dengan Imam Besar HRS dan kawan-kawan sebagai Terlapor dan masuknya Pasal 160 KUHP? Padahal antara penyelidikan dengan penyidikan merupakan satu rangkaian proses. Di sini tidak terlihat kesatuan rangkaian tersebut. Kesemuanya itu patut dipertanyakan, sebab berhubungan dengan asas kepastian hukum yang adil,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo