Daeng: Usaha Pemerintah untuk Impor Sapi Ber-PMK, Luar Biasa

Mediaumat.id – Pengamat Politik Ekonomi Salamuddin Daeng mengungkapkan bahwa luar biasa usaha pemerintah untuk menjebol asas maximum security, sehingga Indonesia boleh mengimpor dari negara mana pun, meskipun negara tersebut masih terjangkit penyakit menular berbahaya (penyakit mulut dan kuku/PMK) pada hewan.

“Luar biasa memang usaha pemerintah untuk menjebol asas maximum security yang telah dianut sejak Indonesia merdeka. Kini Indonesia boleh mengimpor dari negara mana pun, meskipun negara tersebut masih terjangkit penyakit menular berbahaya pada hewan,” ungkapnya kepada Mediaumat.id, Rabu (15/06/2022).

Daeng, sapaan akrabnya, menyebutkan alasan utamanya adalah demi murahnya harga daging sapi dan kerbau. “Tetapi, apakah benar sejak DPR dan pemerintah Jokowi mengeluarkan peraturan liberalisasi impor yang mengorbankan aspek kesehatan itu, lalu harga daging di Indonesia menjadi murah? Tanya rumput yang bergoyang,” tanyanya retoris.

“Malah sekarang yang terjadi adalah PMK menjadi isu nasional kembali, katanya sudah menjangkiti hewan ternak di Indonesia. Ini penyakit zaman baheula kembali menjadi wabah di tanah air. Lalu datanglah ide lain mengimpor vaksin untuk hewan di Indonesia. Hewan divaksin, manusia divaksin juga. Jadilah semua pemakan vaksin. Astaga!” ujarnya heran.

Dijebol

Menurut Daeng, yang juga peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), sejak zaman Belanda dulu orang waspada terhadap segala macam penyakit menular pada hewan, termasuk PMK.

“Kewaspadaan ini berlangsung sampai dengan pemerintahan Indonesia merdeka. Terakhir zaman pemerintah Pak Harto, Indonesia masih menganut asas maximum security dalam menghadapi penyakit menular berbahaya seperti PMK, karena Indonesia sudah bebas dari PMK,” jelasnya.

Namun era reformasi semua UU diobrak abrik, lanjutnya menjelaskan, bahkan semua UU yang baik di masa sebelumnya juga diubrak-abrik dengan alasan reformasi. Termasuk UU peternakan dan kesehatan hewan. “Alasan utamanya reformasi adalah perubahan. Bukannya keadaan tambah baik. Malah keadaan makin kacau balau, tumpang tindih, dan membahayakan keselamatan bangsa Indonesia,” ujarnya.

“Reformasi pada intinya memang melakukan liberalisasi ekonomi, termasuk liberalisasi perdagangan. Praktik ini dilakukan secara sembarangan termasuk mengorbankan kesehatan hewan dan manusia. Tujuan utamanya membuka keran impor hewan ternak,” cetusnya.

Ia mengatakan, padahal sistem dahulu melarang melakukan impor hewan dari negara yang masih mengidap PMK demi menghindari penyakit itu menular di dalam negeri.

“Dasar memang, reformasi semua dihancurleburkan dengan UU baru yang dibuat atas dasar kepentingan pebisnis atau importir semata,” serunya.

Menurutnya, salah satu UU yang membahayakan tersebut adalah UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. “UU ini menghapus asas maximum security tersebut dan memberi peluang melakukan impor dari negara yang masih terjangkit PMK. Pembukaan impor ini katanya untuk membuat harga daging sapi kerbau dll di dalam negeri menjadi murah. Solusi instan dengan cara impor,” ujarnya.

Menggugat

Demi kewaspadaan nasional, Daeng dan beberapa organisasi menggugat UU Nomor 18 tahun 2009 ke Mahkamah Konstitusi pada 16 Oktober 2009. Organisasi tersebut terdiri dari Serikat Petani Indonesia (SPI), Institute for Global Justice (IGJ), Perhimpunan Dokter Hewan (PDHI), Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (Wamti), Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), masyarakat korban, serta Badan Eksekutif Mahasiswa Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

“Selamat! Gugatan dikabulkan dengan alasan bahwa UU Nomor 18 Tahun 2009 melanggar konstitusi. Indonesia tidak boleh impor dari negara yang masih belum terbebas PMK,” tandasnya.

Daeng melanjutkan penjelasannya, namun rupanya importir tidak menyerah. Mereka merangsek masuk dengan usaha membuat regulasi baru agar bisa impor hewan dan daging murah demi alasan agar harga murah di dalam negeri.

“UU baru dibuat dan disahkan, yakni UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Atas dasar UU ini, pemerintah membuka peluang impor dari mana pun, termasuk dari negara yang masih mengalami PMK,” bongkarnya.

“Selanjutnya berdasarkan UU ini, Presiden Jokowi membuka peluang impor dari negara atau zona yang masih terjangkit PMK segera setelah dia menjadi presiden. Presiden Jokowi menerbitkan peraturan baru yakni PP Nomor 4 Tahun 2016 yang membuka peluang pemasukan ternak dan/atau produk hewan dalam hal tertentu yang berasal dari negara atau zona dalam suatu negara asal pemasukan.  Izin impor diberikan kepada BUMN,” imbuhnya.

Menurut Daeng, pemerintah tak merasa cukup, sehingga presiden kembali menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona dalam Suatu Negara Asal Pemasukan.

“Menurut peraturan ini, selain badan usaha milik negara, pelaku usaha lainnya dapat melakukan pemasukan produk hewan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) setelah memenuhi persyaratan tertentu,” pungkasnya mengutip bunyi pasal 7 ayat 2 aturan tersebut.[] Reni Tri Yuli Setiawati

Share artikel ini: