Mediaumat.news- Menanggapi marahnya Presiden Jokowi kepada petinggi PLN lantaran lambatnya dalam mengatasi masalah pemadaman listrik sehingga dianggap tidak memiliki contingency plan (tindakan cepat untuk mengatasi masalah), secara satire pengamat ketenagalistrikan Ahmad Daryoko mengatakan mungkin Jokowi menghendaki plan A – plan B.
“Dalam sebuah proyek besar seperti proyek PLTA, selalu ada langkah contingency plan. Nah mungkin Jokowi menghendaki langkah-langkah seperti itu, apalagi perusahaan besar seperti PLN,” tulisanya dalam rilis yang diterima mediaumat.news, Selasa (6/8/2019).
Menurutnya, ada dua jenis contingency. Pertama, phisycal/technical contingency. Sebut saja plan A. Dalam hal ini, untuk keperluan “back feeding” dalam upaya menghidupkan PLTU Suralaya dan PLTU-PLTU lain (seperti diceritakan PLT DIRUT PLN) daripada melakukan penyaluran setrum menggunakan PLTA Saguling dan Cirata yang harus melalui beberapa gardu induk seperti Depok, Cawang, Kosambi, Cilegon, dll kemudian baru ke Suralaya (makan waktu 6 jam) alangkah lebih baiknya bangun saja PLTGU dekat PLTU yang ada sebagai tujuan di atas.
“Misal 25 MW (hitung lagi) cukup. Untuk itu diperlukan juga tenaga-tenaga terampil sesuai kompetensinya. Bukan asal-asalan misalnya bekas tukang kredit atau yang lain dijadikan direksi PLN,” beber Ahmad.
Kedua, price contingency atau plan B. Dalam hal ini pemerintah lebih “gesit” karena telah keluar Perpres No 44/2016 yang esensinya melego PLN dalam potongan instalasi mulai dari pembangkit, transmisi dan distribusi untuk dilego dalam skema Strategic Sales antara 95-100% ke pemilik modal besar.
“Bisa juga asing/aseng yang bekerja sama dengan perusahaan lokal. Nah untuk yang ini perlu dipersiapkan jajaran direksi yang pintar jualan dan tidak perlu memiliki kompetensi teknis. Seorang broker pun tidak masalah!” pungkasnya.[] Joko Prasetyo