Menurut laporan situs france24.com, minggu ini, berjudul: “China memainkan peran rahasia, tetapi penting dalam negosiasi nuklir Iran”. China telah memperkuat hubungannya tidak hanya dengan Iran namun juga dengan Timur Tengah secara umum. Mengacu pada buku mantan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif, di mana laporan tersebut menyoroti hubungan China yang berkembang dengan Iran:
Dalam penjelasannya yang panjang tentang negosiasi di belakang layar selama dua tahun yang mengarah pada kesepakatan 2015, Zarif menulis bahwa setiap kali para pihak menemui jalan buntu, tim China akan campur tangan, menghadirkan inisiatif baru, dan berhasil menghidupkan kembali pembicaraan.
Namun dalam beberapa bulan terakhir, hubungan antara Beijing dan Teheran telah mengambil langkah maju baru dengan penandatanganan kemitraan bilateral bersejarah selama 25 tahun yang mencakup berbagai bidang seperti energi, keamanan, infrastruktur, dan komunikasi.
Selain pengiriman minyak yang didiskon, perjanjian strategis–yang mulai berlaku pada 15 Januari–juga memberikan bantuan keamanan China ke Iran, termasuk pengiriman peralatan militer. “China sangat sedikit menandatangani kemitraan semacam ini. Jadi, ini adalah aliansi diplomatik yang serius,” kata Di Meglio.
Bukan hanya Iran, China juga terlibat dengan negara-negara Timur Tengah lainnya, sebagaimana laporan itu menambahkan, dengan mengutip Jean-François Di Meglio, seorang spesialis urusan China:
“Timur Tengah bukanlah elemen utama diplomasi China. Akan tetapi ini telah berubah dalam lima tahun terakhir dengan Irak sebagai titik balik. Setelah perang, China mengambil kesempatan untuk mengambil alih eksploitasi ladang minyak Irak yang saat ini sedang direkonstruksi.”
Di PBB, China juga menambahkan bobot penuh suara Dewan Keamanannya pada keputusan mengenai kawasan tersebut. Ini termasuk Iran serta Suriah, di mana China sedang menyelaraskan dirinya secara sistematis dengan posisi Rusia yang menguatkan Bashar al-Assad.
Di Beijing juga, selama beberapa minggu terakhir, diplomasi China telah bekerja dengan kecepatan penuh. Antara 10 dan 14 Januari, Menteri Luar Negeri Wang Yi menerima tidak kurang dari lima rekannya di wilayah tersebut. Para kepala diplomasi Arab Saudi, Kuwait, Oman, Bahrain dan Iran, serta menteri luar negeri Turki dan sekretaris jenderal Dewan Kerjasama Teluk (GCC), secara bergantian mengunjungi ibu kota China.
Selain masalah bilateral, kunjungan ini juga berkaitan dengan masalah nuklir Iran karena merupakan kesempatan untuk meyakinkan negara-negara Teluk khususnya tentang pentingnya kesepakatan nuklir Iran. Ini juga merupakan kesempatan bagi China untuk menunjukkan kepada Washington bahwa ia sekarang memainkan peran kunci di kawasan di mana AS kehilangan pengaruhnya.
Peningkatan aktivitas China ini tidak murni konsekuensi dari kekuasaan China, tetapi juga penarikan AS dari Timur Tengah. Ketika Amerika mengakhiri “perang abadinya” dan mengurangi kehadirannya secara keseluruhan, maka wajar saja jika kekuatan lain bergegas mengisi kesenjangan. Namun demikian, adalah keliru jika berpikir bahwa Amerika memandang perambahan China ke Timur Tengah sebagai ancaman. Dalam beberapa kasus, diketahui bahwa Amerika sendiri mengundang keterlibatan China, seperti di Afghanistan. Amerika tidak terancam oleh keterlibatan China karena China tidak memiliki pemahaman politik yang canggih tentang urusan internasional, karena berabad-abad penarikan mereka dari urusan dunia. China pada dasarnya hanya kekuatan regional. Ancaman nyata yang dihadapi Amerika dari China adalah proyeksi militernya yang meningkat di dalam wilayahnya dan ke Laut China Selatan serta Samudra Pasifik di luar itu. Amerika menganggap Pasifik dan Atlantik sebagai perairan pribadinya, sehingga takut akan aktivitas orang luar di kedua lautan ini. Faktanya, salah satu alasan Amerika yang mendorong aktivitas China ke barat adalah untuk menyediakan jalan keluar bagi China agar menjauh dari benua Amerika.
Dengan izin Allah, umat Islam akan segera mengusir semua campur tangan kafir asing dengan tegaknya kembali Negara Khilafah Islam ‘ala minhājin nubuwah yang akan menyatukan semua negeri kaum Muslim, membebaskan negeri-negeri yang diduduki, menerapkan syariah Islam, mengembalikan cara hidup Islami, dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Tidak seperti China, Negara Khilafah akan merasakan kesadaran yang tinggi tentang urusan politik internasional karena umat Islam memiliki para pemikir politik yang kompeten, sebab mereka memiliki pemahaman politik yang luas, mereka tidak hanya mengikuti perkembangan urusan negeri masing-masing, tetapi juga mengikuti perkembangan umat Islam secara umum, dan mereka benar-benar menyadari akan intrik dan tipu daya kekuatan global di seluruh dunia (hizb-ut-tahrir.info, 27/01/2022).